411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Sunday, June 24, 2007

CANDI SUKUH


Sebuah candi yang dibangun pada sekitar abad XV terletak di lereng gunung Lawu di Wilayah Kabupaten Karanganyar Jawa Tengah . Dari permukaan air laut, ketinggiannya sekitar 910 M. Berhawa sejuk dengan panorama yang indah. Kompleks Situs purbakala Candi Sukuh mudah dicapai dengan kendaraan bermotor baik roda dua maupun roda empat, dengan jarak 27 Km dari kota Karanganyar.
Situs purbakala Candhi Sukuh ini ditemukan oleh Residen Surakarta "Yohson" ketika masa penjajahan Inggris. Mulai saat itu banyak kalangan sarjana mengadakan penelitian Candhi Sukuh antara lain Dr. Van der Vlis tahun 1842, Hoepermen diteruskan Verbeek tahun 1889, Knebel tahun 1910, dan sarjana Belanda Dr. WF. Stutterheim. Untuk mencegah kerusakan yang semakin memprihatinkan, Dinas Purbakala setempat pernah merehabilitasi Candi Sukuh pada tahun 1917, sehingga keberadaan Candi Sukuh seperti kondisi yang kita lihat sekarang.
Candi Sukuh terdiri tiga tiga trap. Setiap trap terdapat tangga dengan suatu gapura. Gapura-gapura itu amat berbeda bila dibandingkan dengan gapura umumnya candi di Jawa Tengah, apa lagi gapura pada trap pertama. Bentuk bangunannya mirip candi Hindu dipadu dengan unsur budaya asli Indonesia yang nampak begitu kentara, yakni kebudayaan Megaliticum.
Trap I Candi Sukuh menghadap ke barat. Seperti yang sudah diutarakan, trap pertama candi ini terdapat tangga. Bentuk gapuranya amat unik yakni tidak tegak lurus melainkan dibuat miring seperti trapesium, layaknya pylon di Mesir (Pylon : gapura pintu masuk ke tempat suci).
Pada sisi gapura sebelah utara terdapat relief "manusia ditelan raksasa" yakni sebuah "sengkalan rumit" yang bisa dibaca "Gapura buta mangan wong "(gapura raksasa memakan mansuia). Gapura dengan karakter 9, buta karakternya 5, mangan karakter 3, dan wong mempunyai karakter 1. Jadi candra sengkala tersebut dapat dibaca 1359 Saka atau tahun 1437 M, menandai selesainya pembangunan gapura pertama ini.
Pada sisi selatan gapura terdapat relief raksasa yang berlari sambil menggigit ekor ular. Menurut KC Vrucq, relief ini juga sebuah sangkalan rumit yang bisa dibaca : "Gapura buta anahut buntut "(gapura raksasa menggigit ekor ular), yang bisa di baca tahun 1359 Seperti tahun pada sisi utara gapura.
Menaiki anak tangga dalam lorong gapura terdapat relief yang cukup vulgar. terpahat pada lantai. Relief ini menggambarkan phallus yang berhadapan dengan vagina. Sepintas memang nampak porno, tetapi tidak demikian maksud si pembuat. Sebab tidakmungkin di tempat suci yang merupakan tempat peribadahan terdapat lambang-lambang yang porno. Relief ini mengandung makna yang mendalam. Relief ini mirip lingga-yoni dalam agama Hindu yang melambangkan Dewa Syiwa dengan istrinya (Parwati). Lingga-yoni merupakan lambang kesuburan. Relief tersebut sengaja di pahat di lantai pintu masuk dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief tersebut segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna sebab sudah terkena "suwuk". Boleh dikata relief tersebut berfungsi sebagai "suwuk" untuk "ngruwat", yakni membersihkan segala kotoran yang melekat di hati setiap manusia. Dalam bukunya Candi Sukuh Dan Kidung Sudamala Ki Padmasuminto menerangkan bahwa relief tersebut merupakan sengkalan yang cukup rumit yaitu : "Wiwara Wiyasa Anahut Jalu". Wiwara artinya gapura yang suci dengan karakter 9, Wiyasa diartikan daerah yang terkena "suwuk" dengan karakter 5, Anahut (mencaplok) dengan karakter 3, Jalu (laki-laki) berkarakter 1. Jadi bisa di temui angka tahun 1359 Saka. Tahun ini sama dengan tahun yang berada di sisi-sisi gapura masuk candhi.
Trap Kedua Trap kedua lebih tinggi daripada trap pertama dengan pelataran yang lebih luas. Gapura kedua ini sudah rusak, dijaga sepasang arca dengan wajah komis. Garapannya kasar dan kaku, mirip arca jaman pra sejarah di Pasemah. Di latar pojok belakang dapat dijumpai seperti jejeran tiga tembok dengan pahatan-pahatan relief, yang disebut relief Pande Besi. Relief sebelah selatan menggambarkan seorang wanita berdiri di depan tungku pemanas besi, kedua tangannya memegang tangkai "ububan"( peralatan mngisi udara pada pande besi). Barangkali maksudnya agar api tungku tetap menyala. Ini menggambarkan berbagai peristiwa sosial yang menonjol pada saat pembangunan candhi sukuh ini.
Pada bagian tengah terdapat relief yang menggambarkan Ganesya dengan tangan yang memegang ekor. Inipun salah satu sengkalan yang rumit pula yang dapat dibaca : Gajah Wiku Anahut Buntut, dapat ditemui dari sengkalan ini tahun tahun 1378 Saka atau tahun 1496 M. Relief pada sebelah utara menggambarkan seorang laki-laki sedang duduk dengan kaki selonjor. Di depannya tergolek senjata-senjata tajam seperti keris, tumbak dan pisau.
Trap Ketiga Trap ketiga ini trap tertinggi yang merupakan trap paling suci. Candhi Sukuh memang dibuat bertrap-trap semakin ke belakang semakin tinggi. Berbeda dengan umumnya candhi-candhi di di Jawa Tengah, Candi Sukuh dikatakan menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku itu diterangkan bahwa bentuk candhi harus bujur sangkar dengan pusat persis di tengah-tengahnya, dan yang ditengah itulah tempat yang paling suci. Sedangkan ikwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu, hal tersebut bukanlah suatu yang mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu sudah memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli Indonesia terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prahistori jaman Megalithic, sehingga mau tak mau budaya-budaya asli bangsa Indonesia tersebut ikut mewarnai dan memberi ciri pada candhi Sukuh ini.
Karena trap ketiga ini trap paling suci, maka maklumlah bila ada banyak petilasan. Seperti halnya trap pertama dan kedua, pelataran trap ketiga ini juga dibagi dua oleh jalan setapa yang terbuat dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di candi-candi pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di "bangunan suci" prasejarah jaman Megalithic.
Di sebelah selatan jalan batu, di pada pelataran terdapat fragmen batu yang melukiskan cerita Sudamala. Sudamala adalah salah satu 5 ksatria Pandawa atau yang dikenal dengan Sadewa. Disebut Sudamala, sebab Sadewa telah berhasil "ngruwat" Bathari Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru karena perselingkuhannya. Sadewa berhasil "ngruwat" Bethari Durga yang semula adalah raksasa betina bernama Durga atau sang Hyang Pramoni kembali ke wajahnya yang semula yakni seorang bidadari.di kayangan dengan nama bethari Uma Sudamala maknanya ialah yang telah berhasil membebaskan kutukan atau yang telah berhasil "ngruwat".
Adapun Cerita Sudamala diambil dari buku Kidung Sudamala. Sejumlah lima adegan yaitu : 1. Relief pertama menggambarkan ketika Dewi Kunti meminta kepada Sadewa agar mau "ngruwat" Bethari Durga namun Sadewa menolak. 2. Relief kedua menggambarkan ketika Bima mengangkat raksasa dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menancapkan kuku "Pancanaka" ke perut raksasa. 3. Relief ketiga menggambarkan ketika Sadewa diikat kedua tangannya diatas pohoh randu alas karena menolak keinginan "ngruwat" sang Bethari Durga. Dan sang Durga mengancam Sadewa dengan sebuah pedang besar di tangnnya untuk memaksa sadewa.. 4. Relief keempat menggambarkan Sadewa berhasil "ngruwat" sang Durga. Sadewa kemudian diperintahkan pergi kepertapaan Prangalas. Disitu Sadewa menikah dengan Dewi Pradapa 5. Relief kelima menggambarkan ketika Dewi Uma (Durga setelah diruwat Sadewa) berdiri di atas Padmasana. Sadewa beserta panakawan menghaturkan sembah pada sang Dewi Uma.
Pada pelataran itu juga dapat ditemui soubasement dengan tinggi 85 cm, luasnya sekitar 96 M². Ada juga obelisk yang menyiratkan cerita Garudeya. Cerita ikwal Garudeya merupakan cerita "ruwatan" pula. Ceritanya sebagai berikut : Garuda mempunyai ibu bernama Winata yang menjadi budak salah seorang madunya yang bernama dewi Kadru. Dewi Winata menjadi budak Kadru karena kalah bertaruh tentang warna ekor kuda uchaiswara. Dewi Kadru menang dalam bertaruh sebab dengan curang dia menyuruh anak-anaknya yang berujud ular naga yang berjumlah seribu menyemburkan bisa-bisanya di ekor kuda uchaiswara sehingga warna ekor kuda berubah hitam Dewi Winata dapat diruwat sang Garuda dengan cara memohon "tirta amerta" (air kehidupan) kepada para dewa. Demikianlah keterangan menurut kisah adhiparwa..
Pada sebelah selatan jalan batu ada terdapat candi kecil, yang di dalamnya terdapat arca dengan ukuran yang kecil pula. Menurut mitologi setempat, candi kecil itu merupakan kediaman Kyai Sukuh penguasa ghaib kompleks candi tersebut . Di dekat candi kecil terdapat arca kura-kura yang cukup besar sejumlah tiga ekor sebagai lambang dari dunia bawah yakni dasar gunung Mahameru, juga berkaitan dengan kisah suci agama Hindhu yakni "samudra samtana" yaitu ketika dewa Wisnu menjelma sebagai kura-kura raksasa untuk membantu para dewa-dewa lain mencari air kehidupan (tirta prewita sari). Ada juga arca garuda dua buah berdiri dengan sayap membentang. Salah satu arca garuda itu ada prasasti menandai tahun saka 1363. Juga terdapat prasasti yang menyiratkan bahwa Candi Sukuh dalam candi untuk pengruwatan, yakni prasasti yang diukir di punggung relief sapi. Sapi tersebut digambarkan sedang menggigit ekornya sendiri dengan kandungan sengkalan rumit : Goh wiku anahut buntut maknanya tahun 1379 Saka. Sengkalan ini makna tahunnya persis sama dengan makna prasasti yang ada di punggung sapi yang artinya kurang lebih demikian : untuk diingat-ingat ketika hendak bersujud di kayangan (puncak gunung), terlebih dahulu agar datang di pemandian suci. Saat itu adalah tahun saka Goh Wiku anahut buntut 1379. Kata yang sama dengan ruwatan di sini yaitu kata : "pawitra" yang artinya pemandian suci.
Karena kompleks Candi Sukuh tidak terdapat pemandian atau kolam pemandian maka pawitra dapat diartikan air suci untuk "ngruwat" seperti halnya kata "tirta sunya". Tempat suci untuk Pengruwatan , seperti yang sudah diutarakan, dengan bukti-bukti relief cerita Sudamala, Garudeya serta prasasti-prasasti, maka dapat di pastikan Candi Sukuh pada jamannya adalah tempat suci untuk melangsungkan upacara-upacara besar (ritus) ruwatan. Tetapi dengan melihat adanya relief lingga-yoni di gapura terdepan dan pada bagian atas candhi induk, tentulah candhi Sukuh juga sebagai lambang ucapan sukur masyarakat setempat kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kesuburan.yang mereka peroleh Sedangkan dilihat dari bentuk candi yang mirip dengan "punden berundak" tentulah candi ini merupakan tempat pemujaan roh-roh leluhur.
Bukti-bukti bahwa Candi Sukuh merupakan tempat untuk upacara pengruwatan yakni : a. Relief lingga-yoni di gapura pertama selain berfungsi sebagai "suwuk" juga berfungsi untuk "ngruwat" siapa saja yang memasuki candi. b. Relief Sudamala yang menceritakan Sadewa "ngruwat" sang Durga. c. Relief Garudeya yang menggambarkan Garuda "ngruwat" ibunya yang bernama dewi Winata. d. Prasasti tahun 1363 Saka dalam kalimat "babajang maramati setra hanang bango". e. Prasasti tahun 1379 Saka di punggung lembu yakni kata "pawitra" yang berarti air suci (air untuk pengruwatan).
Ikwal upacara "ngruwat" yang dipaparkan di sini sudah barang tentu berbeda dengan upacara ruwatan pada jaman sekarang yang biasanya dilakukan oleh seorang dalang sejati. Yang sering di sebut dalam masyarakat jawa dalang Kandha Buwana. Dan ada anak yang diruwat pun mempunyai "sukerta" karena posisinya dalam keluarga misalnya: anak ontang-anting, uger-uger lawang, kembang sepasang,kedhana kedhini, sendhang kapit pancuran. Pancuran kapit sendang dan sebagainya; juga karena kebiasaan sehari-hari yang tidak kita sadari misalnya: menjatuhkan "dandang" (tanakan nasi), membuang sampah dari jendela,berjalan seorang diri diwaktu siang hari bolong, atau karena bawaan sejak lahir misalnya gondang-kasih, bungkus, kalung usus; atau karena waktu kelahirannya misalnya julung serap, julung wangi dan sebagainya. Anak-anak yang mempunyai sukerta ini diruwat oleh dalang sejati agar terbebas dari incaran Bethara Kala.
Yang dimaksud ruwat di candi Sukuh jelaskah berbeda dengan ruwatan anak-anak sukerta. tersebut diatas, tetapi ruwatan yang melingkupi sebuah masyarakat dan berbagai permasalahan yang melilit kehidupan mereka. Namun di sini perlu kita cermati keberadaan candhi Sukuh ini yang merupakan tempat peribadahan yang suci yang menjadi saksi atas ketaatan sebuah generasi dan keutuhan sebuah masa yang begitu mengagungkan nilai-nilai kebudayaan dan peribadahan menjadi satu dalam wujud karya yang tiada ternilai harganya, maka picik bagi kita sebagai generasi pewaris bila tak ada niatan dalam hati kita untuk turut berbagi dalam upaya pelestarian nilai-nilai dan kandungan yang tersimpan di dalamnya.
Sumber: Brosur Candi Sukuh

Tuesday, June 19, 2007

Ngewaliang Linggih Ida Bhetara Dalem Tungkub lan Kahyangan

Hari Selasa pahing tanggal 19 Juni 2007 dilaksanakan Upacara Pemelaspasan yang merupakan rangkaian dari proses ngingsir linggih Ida Bhetara Dalem Tungkub dan Kahyangan, melinggih ring purwaning daksina.


Dalam proses ini di "puput" oleh Ida Pedanda dari Griya Toko dan upakaranya dibuat oleh Ida Ayu Mayun okan Ida Dayu Agung.



Upacara ini digarap oleh dua banjar wewengkon Desa Adat Peminge yaitu Br. Sawangan dan Br. Peminge.



Upacara dimulai jam 13.00 wita diikuti alunan gamelan dari Banjar Sawangan dan lantunan nyanyian suci oleh sekaa santhi kedua belah banjar. Dan upacara berakhir kira-kira pukul 17.00 wita.


Mengenai upakara yang dihaturkan sesuai dengan keputusan rapat prajuru Desa Adat dan para sutri mangku, yaitu Ayaban Pulagembal mebebangkit, caru panca sata. Tentang Ida Bhetara Tirtha yang dituwur adalah :


Pura Geger yang diikuti dengan ngaturang pejati meganjaran mesemayangan di Dane Sedahan dan ngaturang pejati meganjaran di Sorin Taru Sabo


Pura Gunung Tedung yang diikuti dengan ngaturang pejati meganjaran di Dauh Margi.


Pura Karang Boma


Mapejati meganjaran mesemayangan di Pura Penaweng, mapejati maganjaran di Dalem Unen, mapejati maganjaran di Dalem Dasar, mapejati maganjaran di Dalem Kesiman.


Mapejati maganjaran di Pura Melanting, Pura Bhetari, Pura Mrajapati. Nunas tirtha di Dalem Kahyangan, Dalem Tungkub, Dalem Penataran, Pura Puseh lan Desa, Dalem Lamun.


Mapejati maganjaran di Taman Lamun lan ratu gede ring dalem lamun, mapejati maganjaran masemayangan di Pura Bias Tugel dan Kalangan Gambuh. Mapejati maganjaran di Pura Pererepan Jaba dan mapejati maganjaran masemayangan di linggih Indra Belaka di Pura Pererepan Jaba. Nunas Tirtha di Pura Segara mengiat.


Demikianlah beberapa hal serangkain upacara ngewaliang linggih Ida Bhetara Dalem Tungkub dan Kahyangan.


namaste,


Thursday, June 14, 2007

Pitra Puja



Teguhkan hati kuatkan keyakinan,
apa yang ada ditempat lain pasti ada di "Veda"
dan apa yang ada di "Veda" belum tentu ada
di tempat lain....

Saat niga (tiga) hari, tujuh hari, seratus hari
di jawa umum di lakukan pitra puja
yang biasanya di hadiri oleh sanak saudara, kerabat
dan kadang umat dari lain desa....

Lantunan pitra puja yang diucapkan dengan japa :


Om Swargantu... Moksantu... Sunyantu..
Om Swargantu... Moksantu... Sunyantu..
Om Swargantu... Moksantu... Sunyantu.. (108x)


Ucapan ini diharapkan dapat menuju nirwana bersatu dengan Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Amoring Acintya)




Ingatlah dalam ajaran hindu ada panca srada, yang mewajibkan kita untuk mentaati Tri Kaya Parisuda untuk mencapai Moksartham Jagadhita Ya Ca Iti Dharma, Amoring Acintya.

Tabungan kebaikan wajib kita lakukan untuk mencapai tujuan akhir Agama Hindu.

Sunday, June 10, 2007

IBU JARI


Telunjuk dan Ibujari masing masing bertemu. Maksudnya apa...?

Didalam persiapan sembahyang, duduk, Pranayama, Recaka, kumbaka, dan puraka.Bayu sabde idep menyatu.. pasrah menujuNya, tak peduli dengan lingkunnga disekitar yang penting penyatuan diri dengan sang Maha Pencipta.Sadar atau tidak dalam kondisi begini, entahlah jempol kita akan bertemu telunjuk, berputar mengelilingi permukaan telunjuk, itulah yang sering terjadi.Sangta menarik untuk mengetahui bahwa : telapak tangan ini adalah merupakan tabel yang menceritrakan kehidupan kita masa lalu, sekarang dan akan datang ( tri semaya kehidupan ) lima jari tangan kita menyimbolkan 5 unsur kosmos yang dikenal sebagai panca maha buta, ether, udara, api, air dan tanah. Pembicaraan secara spiritual jempol selalu menyatakan Brahman, hanya jempolah yang mampu untuk mengusap ke-empat jari jari kita mulai telunjuk, jari tengah, jari manis, dan kelingking, yang lainnya takbisa seperti jempol, itulah sebabnya jempol disebut Ibu-nya keempat jari yang lain. Telunjuk adalah = symbol ego, karena dia menunjukan dunia yang berbeda, menunjukan ini & itu, aku, kau & kami.Jari tengah adalah satwam= ketenanganJari manis menyatakan = rajas atau kegiatanKelingking menyatakan = tamas atau kelembaman. Demikianpula secara astrology masing masing tangkal jari kita merupakan symbol symbol planet, demikianlah sehingga para penglingsir kita dijaman dahulu menghitung wariga perbintangan hanya cukup dari masing masing ruas jari kita, silahkan ditanyakan kepada sesepuh kita dirumah, itupun kalau beliau masih ada. Sudah sangat dikenal bahwa garis garis tangan kita dipengaruhi oleh otak dan garis telapak tangan kita merupakan lintasan karmawasana kita dimasa lalu. Getaran-getaran mantra dan meditasi bergerak melalui ujung dari jari jemari tersebut. Oleh karena itu meditasi melalui kara nyasa, atau Nyasa tangan dilakukan sebagai satu anugrah kepada segenap umat manusia, karena selalu mengalir dari tangan guru. Demikian pula anganyasa dilakukan agar seluruh badan yg bermeditasi menjadi terjenuhi dengan daya kekuatan Ilahi. Oleh karena itu kemanapun orang orang semacam itu berjalan atau bergerak, maka tempat tempat yang dilaluinya menjadi tersucikan. Ketika rasa Ego / ke akuan yang begitu merangsuki kita. Menjelang melakukan pranayama, celupkanlah jempol jari kita kedalam air, usaplah permukaan telunjuk dengan jempol sambil berputar menelusurinya, sambil ucapkan prenawa suci "OM TATSAVITUR ANGUSTABYAM NAMAH". Sembah sujud pada realitas tertinggi yang dinyatatan melalui kedua jempol kita untuk menurunkan rasa ego kita yang disymbolkan dalam telunjuk.Demikianpula halnya dengan jemari yang lain sesuai dengan symbolisasi diatas.


Namaste

Friday, June 08, 2007

Sentuhan perih dari seorang Wayan Jabut

Melihat semut ditempat yang jauh lebih mudah daripada menatap gajah di depan mata.
mungkin itulah kata-kata yang cocok untuk seorang yang berpengaruh seperti I Wayan Jabut, yang melontarkan pertanyaan yang menggelikan kepada Ni Wayan Eka Ristiani dalam acara pemilihan jegeg bagus pemuda Sawangan. Ni Wayan Eka Ristiani adalah anak pertama dari I Made Gati, masih termasuk trah/warih I Nyoman Beled. "Setujukah anda adanya sex bebas dalam kehidupan muda mudi jaman sekarang", mungkin itulah lebih kurang pertanyaan yang terlontar dari I Wayan Jabut untuk Eka Ristiani. Pertanyaan yang mengundang respon pemuda, terbukti dengan terlontarnya bahasa "uuu......., munafik munafik......, membuat perasaan risih bagi Eka Ristiani, sambil menjawab dengan bahasa yang terbata-bata dan nyaris tak terjawab.....
Oleh karena adanya pertanyaan seperti itu, keluarga besar I Made Gati merasa tercoreng harga dirinya. Kalaupun anaknya memang paham dan sebagai pelaku sex bebas sekalipun tetapi bukan hak mereka untuk membeberkan di depan publik tentang kenistaan keluarga I Made Gati. Dan seharusnyalah kita berkaca kepada diri sendiri "seperti apakah keluarga kita..? Suda benarkah keluarga kita..? dan Siapakah saya sesungguhnya....?. Bukan malah bertanya siapakah diri anda....?, Mau jadi apakah anda....?.

Untuk Organisasi Pemuda, agar setiap membuat acara apapun bentuknya bijak dalam memilah-milah dan secara profesional berpikir, tujuan apakah yang akan kita raih dengan adanya kegiatan yang kita rencanakan....?. Harusnya jelas, aktual dan able to be acknowleged for the future, not only at present.

Libatkan penglingsir dan prajuru dalam setiap merencanakan kegiatan......
Jangan sampai menyentuh hak asasi orang lain...... agar tidak berurusan dengan hukum...
Semoga pelajaran ini menjadikan organisasi pemuda ini menjadi lebih dewasa...


Namaste


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.