411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Sunday, July 05, 2009

PENGABENAN I WAYAN RAMAT

Setelah beberapa tahun dikubur I Wayan Ramat, pada hari Minggu 5 Juli 2009 dilakukan upacara atiwa-tiwa yang di puput oleh Ida Pedanda Oka Griya Timbul.
Upacara atiwa-tiwa ini dilakukan bersama dengan beberapa sawa dari Sawangan ( Dong Rinso, Dong Darya, dan I Nargi) dan di Peminge (I Wayan Ramat, Keluarga Pak Loteng, Keluarga Pan Kengsi).
Prosesi upacara ini dilakukan pada sore hari, kira-kira pukul 13.00 wita, namun prosesi ngulapin dilakukan sehari sebelum upacara atiwa-tiwa yaitu hari Sabtu tanggal 4 Juli 2009.

Demikianlah prosesi upacara atiwa-tiwa yang merupakan pembayaran hutang (Rna) kepada orang tua, telah berjalan dengan baik sesuai harapan.
Semoga apa yang telah dilakukan dapat bermanfaat guna bagi kehidupan kita semua untuk menjaga keharmonisan tiga bhuwana.

Namaste,

KENAPA NAMANYA BALI

TAHUKAH Anda dari mana asal nama Bali untuk menyebut sebuah pulau di timur Pulau Jawa?Kedatangan seorang Maha Rsi Markandeya abad ke-7 memberikan pengaruh besar pada kehidupan penduduk Bali. Beliau adalah seorang pertapa sakti di Gunung Raung, Jawa Timur.Suatu hari beliau mendapat bisikan gaib dari Tuhan untuk bertempat tinggal di sebelah timur Pulau Dawa (pulau Jawa sekarang). Dawa artinya panjang, karena memang dulunya pulau Jawa dan Bali menjadi satu daratan.Dengan diikuti oleh 800 pengikutnya, beliau mulai bergerak ke arah timur yang masih berupa hutan belantara. Perjalanan beliau hanya sampai di daerah Jembrana sekarang Bali Barat karena pengikut beliau tewas dimakan harimau dan ular-ular besar penghuni hutan. Akhirnya beliau memutuskan kembali ke Gunung Raung untuk bersemedi dan mencari pengikut baru.Dengan semangat dan tekad yang kuat, perjalanan beliau yang kedua sukses mencapai tujuan di kaki Gunung Agung (Bali Timur) yang sekarang disebut Besakih.Sebelum pengikutnya merabas hutan, beliau melakukan ritual menanam Panca Dhatu berupa lima jenis logam yang dipercayai mampu menolak bahaya. Perabasan hutan sukses, tanah-tanah yang ada beliau bagi-bagi kepada pengikutnya untuk dijadikan sawah, tegalan, rumah, dan tempat suci yang dinamai Wasukih (Besakih).Di sinilah beliau mengajarkan agama kepada pengiringnya yang menyebut Tuhan dengan nama Sanghyang Widhi melalui penyembahan Surya (surya sewana) tiga kali dalam sehari, menggunakan alat-alat bebali yaitu sesajen yang terdiri atas tiga unsur benda: air, api, dan bunga harum.Ajaran agamanya disebut agama Bali. Lambat laun para pengikutnya mulai menyebar ke daerah sekitar, sehingga daerah ini dinamai daerah Bali, daerah yang segala sesuatunya mempergunakan bebali (sesajen).Bisa disimpulkan bahwa nama Bali berasal dari kata bebali yang artinya sesajen.Ditegaskan lagi dalam kitab Ramayana yg disusun 1200SM: "Ada sebuah tempat di timur Dawa Dwipa yang bernama Vali Dwipa, di mana di sana Tuhan diberikan kesenangan oleh penduduknya berupa bebali (sesajen)."Vali Dwipa adalah sebutan untuk Pulau Vali yang kemudian berubah fonem menjadi Pulau Bali atau pulau sesajen. Tidak salah memang interpretasi ini melihat orang Bali memang tidak bisa lepas dari sesajen dalam menjalankan kehidupan sehari-harinya.


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.