411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Monday, December 06, 2010

selamat Hari raya Galungan dan Kuningan

BENANG MERAH YG MENGHUBUNGKAN PERTARUNGAN ADHARMA

MELAWAN ADHARMA. SATYAM EVA JAYATE

DI INDONESIA DIWUJUDKAN DALAM HARIRAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN

DI INDIA DIWUJUDKAN DALAM HARI RAYA CRADHA VIJAYA DACAMI DAN DIVAVALI

DI MALAISYA DIWUJUDKAN DALAM HARIRAYA TAIFUSAN.

BENANG MERAH ITU DISYAIRKAN DALAM bg IV-7. 8

YADA YADA HI DHARMASYA GANIR BHAVATI BHARATA

ABYUTTHANAM ADHARMASYA TADATMANAM SRJAMY AHAM

Manakala Dharma akan mengalami kemusnahan dan kebatilan merajalela

Wahai dananjaya aku akan menjelmakan diriku.

PARITRANAYA SADHUNAM WINASAYA CA DUKSKRSTAM

DHARMA-SAMSTHAPANARTHAYA SAMBAVANI YUGE-YUGE

Demi untuk melindungi para sadh, serta untuk memusnahkan orang jahat

Dan demi untuk menegakkan dharma aku menjelma dari masa ke masa

“AWATARA”

Hindu yang selalu memberikan keleluasaan Loka dresta-dan budaya local yang menjadi nandi wahana transportasi untuk mendukung perkembangan Hindu dimanapun Hindu berada itulah salah satu flexibelitas sehingga hindu tetap exist sepanjang masa, karena banyak sudah agama-agama lain yang berkembang dijaman itu dan kini sudah hilang sirna kertaning bumi, namun Hindu akan ada selamanya.

Ada beberapa contoh hariraya yang telah disinkronisasikan dibeberapa Negara yaitu berupa peperangan dharma melawan dharma, yg akhirnya dharma dalam keihklasan yang selalu menjadi pemenangnya, namun dari beberpa kemenangan itu yang diwujudkan dalam Hariraya, walaupun kelihatannya penyajiannya berbeda, namun tetap garis benang merah itu tetap lurus “SATYAM EVA JAYATE” dan dari puncak kemenanganya itu selalu ada distance – jedah selama 10 hari Contohnya :

Di Indonesia terkenal dengan hari raya Galungan sebagai puncak kemenangan kemudian 10 hari berikutnya adalah hari raya Kuningan. Di Bali dikisahkan dengan Maya-Danawa ( symbol Kebatilan ) ditaklukan oleh Indra penegak dharma.

Di India terkenal dengan Sradha Vijaya Dasami sepuluh hari kemudian adalah Divavali Rahwana Symbol kebatilan akhirnya ditaklukan oleh Sri Rama penegak dharma. Sradha = Keyakinan, Wijaya = Kemenangan, Dasa = sepuluh indria

Di Malaisya terkenal dengan Hariraya Taifusan Suradpama (symbol kebatilan) Surappama tidak bakalan gugur kecuali tubuhnya dibelah menjadi dua, hanya seorang Kumara Kartikea lah yang tau rahasia ini, sehingga Suradpama berhasil dibelah tubuhnya menjadi dua bagian yaitu Kanan menjadi burung merak, sedangkan kiri menjadilah ayam Jantan.

Bagian kanan burung merak menjadi wahananya Kartikea, sedangkan kiri mendapat tugas, kapan Ibu pertiwi begitu kotor maka darah ayam jantan inilah yang dipakai untuk Pensudha ( penyuciannya ) namun harus dilakukan melalui peperangan, sehingga jadilah pertempuran ayam ( sabuh rah ) yang dibali sangat dominant dengan “METAJEN”

Mari kita lihat pelaksanaan Galungan dan kuningan yang ada di Bali, yang disymbolkan peperangan dari kerajaan Beda Hulu (berbeda style kepeminpinan) yang di hulu dengan di daerah, Hulu saat itu Invasinya kerajaan majapahit dengan Sri Mayadenawa yang dianggap pembangkang, sehingga terjadilah pertumpahan darah yang luar biasa, Digjayanya Srimayadenawa dengan Indra, kisah ini di kisahkan disekitar Tampak Siring, tirta empul dihubungkan dengan satu buah pancoran yang tidak bisa diminum, karena strateginya Mayadenawa ketika Laskar Indra berperang dan kehausan maka ada sebuah pancoran yang diracuni, musnahlah para prajurit Indra ketika meminum pancoran beracun tersebut, sampai sekarang pancoran itu tidak baik untuk mandi apalagi diminum. Saat itupula Bhatara Indra menusukan kerisnya mengepulah air murni sebagai penawarnya yang disebut dengan Tirta empul, banyak lagi mitos tempat lain yang dihubungkan, termasuk ketika terbunuhnya Sri mayadenawa darahnyapun mengalir menjadi sebuah sungai ( Patanu ) saking dianggap kotor airnya tidak layak untuk industri pertanian disamping memang sungai ini sangat jauh dijurang sehingga subak sangat sulit mengangkat tuk mengairi sawah, ketika ada yang berhasil untuk mengairi sawah, konon saat panen tangkai padi bergetah darah. Itu hanya berdasarkan sebuah mitos yang kebenarannya sampai sekarang tidak terbukti, termasuk Bhatara Indra, apakah Awatara dewa Indra, karena di Bali sampai dengan sekarang seorang raja saking dihormatinya sering disebut Bhatara, namun ada juga yang memberikan pengertian, kemenangan itu akan bisa tercapai kalau diri kita bisa mengendalikan Indria itu sendiri, berarti pengertiannya tidak jauh dari Sradha Vijaya Dasami.

Mari kita tinggalkan mitos Bedahulu dengan Sri-Mayadenawa sebagai rajanya. Kita lihat implementasi Galungan & Kuningan di Bali.

Ketika puncak kemenangan sudah tercapai ( Galungan ) kelihatannya sejauh ini hanya digunakan untuk pemuasan “KAMA” bila kemenangan itu tidak diiringi dengan setrategy selanjutnya, mungkin kemenangan itu tidak akan bertahan lama alias akan kembali Sirna Hilang kertaning bumi, oleh karena itu waktoe doeloe, adalah sangat tepat liburan anak anak sekolah itu dilaksanakan sebanyak 2 minggu, sehingga Hari raya Kuningan itu masih libur.

Hanya saja sharing makna liburan ini kemasyarakat ini tidak dipergunakan dengan Oftimum karena:

  • TRI YANTRA ini tidak dibahas dengan tuntas Tri = 3 sedangkan Yantram saktinya dari Sang Tri Tunggal yaitu Brahma saktinya Saraswaty, Wisnu Saktinya Laksmi Dewi, sedngkan Ciwa saktinya Dewi Parwaty

Nah kesemua sakti ini mengambil 3 hari untuk menghayatinya dalam implementasi yang sering disebutkan dengan

  • “NAWA RATRI” Nawa = 9 hari, Rahina Ratri = hari yang khusus. Yang seharusnya dilakukan sehabis puncak kemenangan itu kita raih diantaranya.
  • Pemaridan Guru = Mohon restu dari sang catur Guru yaitu mulai hari Kamis Jumat sabtu adalah pemaridan guru, Mohon ajaran dari sang catur guru untuk menentukan strategi untuk mempertahankan kemenangan dan kesemuanya ini adalah Saktinya Brahma Yaitu Sang Hyang Aji Saraswaty.
  • Pemacekan Agung ( Minggu, Senin, Selasa ) melanjutkan rencena berikutnya setelah terbentuknya rencana yang pasti – tentukan denga Key Performance Indikator Wisnu dengan saktinya Dewi Laksmi sebagai pemberi kemakmuran, namun kita harus raih dengan perjuangan nyata
  • Penampahan Kuningan ( Rabu, Kamis Jumat) kita Mohon kepada Hyang Ciwa sebagai pemrelina dengan saktinya Parwaty, dalam penelusuran KPI ini semestinya kita sudah bisa selective, mana yang perlu kita kembangan dan yang usang kita harus prelina, hal dilakukan pas hari jumat yang disebut dengan penampahan (prelina sane sampun usang) yang kesokannya kita rayakan pada hari raya kuningan
  • Kunci Mantram yang dipakai untuk membuka evaluasi ini adalah:

Om Jung Ang Sang Bhur Bvah Sah Kartika yanamah

Om Svah, Bvah, Bhur, Sang Ang Jung yanamah. Trisakti sebagai Tri yantra, sedangkan Tripurusa sebagai Ratri

  • Hari Raya kuningan – Kauningan kemantapan hati kita sampaikan ( uningan) waktunyapun tidak baik melewati tajeg surya, dalam Chandogiya upanisad, disitu disebutkan Pagi sekali adalah pemujaan untuk Ciwa, siangan dikit jam 08-10, pemujaan untuk Dewa, sedangkan selanjutnya s/d jam 12.00 adalah pemujaan untuk leluhur, termasuk sang Caturgur tadi, selanjutnya adalah untuk Bhuta yang kecendrungan nya adalah kedigjayaan.
  • Ada beberapa pura yang memang odalannya pada hari raya Kuningan di Bali adalah Pucuk Brahma, adanya di Kebun raya Bedugul, dan Sakyamuni – Sakenan sekarang, di lampung Pura Waylunik, karena memang odalannya pada saat Kuningan.
  • Buda Kliwon Pegat uwakan, dalam jedah ini galungan dan kuningan kita jadikan spirit untuk berusaha, sehingga s/d Buda kliwon Pahang, kita prelina semua attribute hari raya, kalau ada yang memakai aksara suci misalnya di umbul umbul penjor dsbnya seyogyanya diprelina, arengnya kita pakai jejaton, bungkus dengan ketipat sidhakarya, genanhang maring atas pintu masuk/angkul2 ring griyane soang soang sebagai pertanda perlindungan dari sang tiga sakti.
  • Demikianlah sebenarnya memaknai Hariraya galungan dan kuningan ini dengan jedah 10 hari, semoga bermanfaat.

Namaste.

Thursday, November 25, 2010

KAKEK BERPULANG DENGAN SENYUM LEBAR



Kakekku I Made Cekeg, dengan senyum lebar menyambut kepergian untuk selamanya pada hari Rabu, tanggal 24 November 2010 kira-kira pukul 15.00 wita.
Oleh karena kendala Pedewasan dan terbentur dengan Upacara Pengatep di Pura Pengastulan Sawangan, maka dewasa ngaben pada tanggal 29 dan 30 November 2010 tidak bisa dilaksanakan, sehingga dilakukan upacara penguburan tanpa diikuti dengan Upacara Ngaben pada hari Kamis, tanggal 25 November 2010.

Untuk upacara Ngerorasin dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 2010 bertepatan dengan hari Raya Galungan, yang didahului dengan ngaturang Banten Saji ke Setra dan dipuput oleh Jero Mangku Mrajapati I Made Rabih pada tanggal 7 Desember 2010.
Semoga semua kebaikan yang telah beliau berikan kepada kami yang ditingalkan menjadikan jembatan untuk menuju dan bersatu dengan-Nya.

Thursday, November 04, 2010

Men COCO berpulang

Di bulan oktober 2010 ini Men Coco telah mengakhiri swadharmanya di maya pada menuju alam Nirwana..

Thursday, August 12, 2010

I Wayan Kubuk mengakhiri swadharmanya di Maya Pada

Satu lagi warga Pura Ibu Pasek Gelgel Sawangan mengakhiri swadharmanya di maya pada ini untuk menuju kepada-Nya. Dia adalah I Wayan Kubuk, yang menghembuskan napas terakhir pada hari Senen, 9 Agustus 2010 dini hari sekitar pukul 01.30 Wita. Upacara pengabenan di laksanakan pada hari Rabu, 11 Agustus 2010 pukul 13.00 yang rangkaian upacaranya telah dilakukan dari pagi hari. Upacara di awali dengan proses ngeluang (ngelubang) di kuburan untuk tempat penguburannya nanti, kemudian sepulangnya warga dari kuburan dilakukan upacara meboga di pintu masuk rumah sang duka yang dipuput oleh Dane Jro Mangku I Made Rabih (pemangku Pura Prajapati/Mrajapati/Pengulun Setra). Setelah selesai upacara tersebut, dilanjutkan lagi dengan upacara manjusin/mersihin/memandikan mayat, yang dilakukan di depan Sanggah Natah (Surya). Seusai proses pembersihan sampai kepada proses upacara bersih mati, baru dilanjutkan dengan upacara "pemerasan". Setelah selesai upacara tersebut lalu dilanjutkan dengan upacara nyuntik kajang. Setelah upacara ini selesai kemudian mayat diusung ke Kuburan untuk dikubur, karna di Lingkungan Sawangan, Desa Adat Peminge tidak diperbolehkan untuk membakar. setelah proses penguburan selesai baru dilanjutkan dengan upacara nganyut ke segara. Demikianlah garis besar proses upacara pengabenan I Wayan Kubuk. Semoga amal bhakti dan swadharma yang telah dia perbuat di maya pada menjadi tabungan kebajikan untuk dapat bersatu dengan-Nya.

Tuesday, July 20, 2010

Men BIR telah berpulang...

Berselang beberapa jam, setelah upacara atiwa-tiwa Ni Made Suri, Men Bir juga mengikuti menghakhiri tugasnya di maya pada ini menuju nirwana. Pulangnya Men Bir pada hari Rabu, tanggal 21 Juli 2010, dan perencanaan upacara atiwa-tiwa belum ditentukan karna masih nunasang ke Griya...
Semoga amal bhaktinya menjadikan tabungan untuk menuju nirwana....
namaste,

Ni Made Suri menutup mata selamanya

Pada hari minggu tanggal 18 Juli 2010, ibu dari almarhum I Wayan Warta telah mengakhiri swadharmanya di maya pada menuju sunia loka. Upacara atiwa-tiwa dilaksanakan pada hari selasa tanggal 20 Juli 2010, bersamaan dengan upacara atiwa-tiwa Bapak Wayan Kanan (Pan Arsi) dari Banjar peminge.
Semoga segala kebaikan dan bhakti yang telah ia swadharmakan di maya pada ini menjadikannya dapat menuju nirwana bersatu dengan-Nya.
Namaste,

Thursday, February 25, 2010

SARASVATI RING PRAWANINING PURNAMA KESANGA



Om swastyastu

Om avighnamastu

Om vandaniya prema dhara he krpanidhe

Namo’stute sastanggam namo’stute

Bhagavan sarvavyapi sarva saktiman sarvajnah

Bhagavan saccidanandah sarvantaryami

Vivekam ca samadarsanam ca manasas samatvam ca

Atha sraddham ca bhaktim ca jnanam ca dehi nah

Adhyatmikantah saktim api dehi nah

Yenopayena mayam vihaya mano vasam kurmahe

Kama krodha lobhahamkarebhyo mocayasman

Daivi sampadbhir asmakam hrdayani puraya

Sarva nama rupesu tvam iksamahe

Tesu nama rupesu tvam sevamahe

Sarvada tvameva smaramah

Sarvada tava mahimnam ganam karavamahai

Asmakam osthesu tava namaiva bhuyat

Sarvada bhavat prana eva bhusyama

Om Hyang Widhi Yang Mahapemurah dan Penyayang

Sembah sujud hamba kepada-Mu

Engkau Mahaada, Mahatahu dan Mahakuasa

Engkau adalah Sat Cit Ananda

Engkau bersemayam pada semua mahluk

Anugerahilah kami hati yang bersinar

Pandangan dan pikiran yang seimbang

Keyakinan, bhakti dan kebijaksanaan

Berkati kami kekuatan rohani

Untuk menahan godaan dan mengendalikan pikiran

Bebaskan kami dari sifat egois, nafsu, keserakahan, kebencian, kemarahan dan iri hati

Isilah hati kami dengan kebajikan Illahi

Biarkanlah kami memandang-Mu pada semua Nama & Rupa-Mu

Biarkanlah kami melayani-Mu pada semua nama & rupa-Mu

Biarkan kami selalu mengingat-Mu

Biarkanlah kami menyanyikan kemuliaan-Mu

Biarkanlah nama-Mu selalu melekat di bibir kami

Biarkan kami tinggal bersama-Mu selama-lamanya

Biarkan kami agar tetap dapat mengabdi dan berbuat kebajikan, kebenaran guna membela bangsa dan negara tercinta ini

Om Santih Snatih Santih Om

Semoga Limpahan Pengetahuan Sucin-Nya membebaskan kita dari Avidya”

Monday, February 22, 2010

Ni Jembor (Men Morong) tutup usia

Belum genap 7 hari atas berpulangnya Jro Mangku Sura, menyusul pula Men Morong menutup usianya pada Hari Kamis, 18 Februari 2010. Rencana Upacara Atiwa-tiwa akan dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 24 Februari 2010 sekaligus upacara pebesihan dan ngajum pada saat itu pula.

Friday, February 12, 2010

Jero Mangku Susunan (Pan Sura) menutup mata

Pada hari selasa tanggal 9 Pebruari 2010 telah menutup usianya dengan tenang, setelah digantikan oleh anaknya I Wayan Gentil untuk melayani warga Pura Pasek Gelgel Sawangan dalam hal hubungannya dengan nunas tirta dan upacara lainnya di Pura Paibon.

Penguburannya yang disertai dengan Upacara Atiwa-tiwa akan dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 14 Pebruari 2010, bersamaan dengan penguburan I Wayan Ranes, yang meninggal setelah mancing bersama anaknya pada hari Rabu tanggal 10 Pebruari 2010.

Demikianlah pelaksanaan atiwa-tiwa Jero Mangku Susunan Pura Paibon Pasek Gelgel Sawangan.
Semoga amal dan bhaktinya mendapat pengampunan dari Hyang Widhi Wasa.
Astungkara,

Namaste,

Wednesday, February 03, 2010

PURWA BHUMI KAMULAN

PURWA BHUMI KAMULAN

PENGANTAR

Om SwastyastuSemoga dapat menambah kasanah pengetahuan kita semuaPurwa Bhumi Kawulan termasuk kelompok lontarTattwa. Lontar ini berisi ajaran tentang penciptaan dunia yang diuraikan secaramitologis. Seluruh ajarannya bersifat Siwaistik. Pokok-pokok ajarannya sebagaiberikut :o BhataraBhatari adalah dua sumber kekuatan yang mula-mula ada. Dari kekuatan yoga Bhatariterciptalah Dewata, Panca Resi, dan Sapta Resi sebagai isinya dunia.o Padatahap berikutnya barulah diciptakan dunia. Gangga tercipta dari cucuran keringat.Samudra tercipta dari garam yang keluar dari badan. Prathiwi tercipta darigaram yang keluar dari badan. Selanjutnya Sanghyang Dharma menciptakan“Mahapadma”, Matahari, Bulan, Panca mahabutha dan Catur Pramana.o Setelahitu, Bhatari Uma merubah wujudnya sebagai Durga. Bulu-bulu badannya diciptakansebagai Kala sumber kejahatan didunia. Dengan kekuatan yoganya, Durgamenciptakan semua isi samudra (ikan dsb.nya).o BhatariGuru kemudian turun ke bumi sebagai Bhatara Kala karena tertarik oleh kekuatan pandangBhatari Durga. Dan dengan kekuatan yoganya Bhatara Kala menciptakan Kala. Manusiaadalah santapan Bhatara Kala. Manusia yang disantap adalah :o Orangyang lahir pada wuku carik (wuku wayang).o KadanaKadani (kembar siam)o BersaudataLimao TunggakWareng (tus tunggal)o Unting-unting(?)o Uduh-uduhrare bajang (?)o SelanjutnyaBhatara Kala turun ke dunia membuat tempat pemujaan. Begitu pula Brahma, Wisnudan Iswara diperintahkan turun ke dunia. Brahma sebagai Brahmana. Wisnu sebagaiBhujangga. Iswara sebagai Resi.o Brahmana,Bhujangga dan Resi diberi tugas oleh Bhatara Kala menghaturkan sesaji kepadadirinya dan Bhatari Durga dan meruwat sepuluh jenis kekotoran (manusia).o Itulahpermulaan manusia memuja Tuhan. Bhatara Kaladan Bhatari Durga tidak lagi menyantap manusia. Rupanya yang mengerikan kembali seperti semulasebagai Guru dan Uma, kembali ke Siwapada.

TEKS
Om purwa bhumi kamulan, paduka Bhatari Uma;mijil saking limo-limo nira Bhatara guru. Mulaning hana Bhatari minaka somah Bhatara; mayoga sira Bhatari. Mijil ta sira dewata, Panca Resi, Sapta Resi;Kosika, sang Garga, Maitri, Kurusya, sang Pratanjala. Kosika wikan padyargha,sinapa dening Bhatara; mijil ta sang hyang Kosika, sakeng kulit sangkanira.Mijil ta sira sang Garga, sakeng dagingsangkanira; mijil ta sira sang Maitri, sakeng otot sangkanira. Mijil ta sanghyang Kurusya, sakeng balung sangkanira, mijil ta sang Pratanjala, sakengsumsum sangkanira. Genep isi ning bhuwana, apan sampun winastonan; ingutusikang Bhatara, kalih lan sira Bhatari.Kinon sira (ng) gawa loka, neher sirasinanmata, kang wikan patengranira, sina pa de Bhatara.Kosika mlesat mangetan, matemahan dadidengen, sang Garga mlesat mangidul, matemahan dadi sang mong.Sang Maitri mlesat mangulon, matemahan dadiula, Kurusya mlesat mangalor, matemahan dadi bwaya. Pratanjala mlesat (ring)madhya, matemahan hyang kurma raja, ingutus sang Pratanjala, tumurun manggaweloka. LUmampah nda tan parowang, ingutus Bhatari Uma; dening paduka Bhatari,tumurun sang Pratanjala. Neher amit anganjali, Bhatara lawan Bhatari, angadegsireng pantara, awang-awang uwung-uwung. Tan hananing sarwa katon, tan hananing sarwa umung. Ahening cipta Bhatari, alekas anggawe loka, maka daging ingbhuwana, kalih lan sang Pratanjala.Karinget akuyu-kuyu, adres titis ing sarira.Tumiba mangkeng Bhatari, mijil ta Bhatari gangga.Mulanira duk samana. Asat karinget Bhatari;metu uyah saking awak, ginutuk ta sepet asin. Tumibeng Bhatari gangga, mijil Bhatarisamudra; dinulu awak Bhatari, metu lemah saking awak. Tumibeng Bhatari samudra,mijil Bhatari prathiwi; sarimbag loning prathiwi, sa-payung lo ning akasa. Mulaniraduk samana, mayoga ta sira muwah, alekas anggawe loka ……Yoganira sanghyang Dharma mijil tekang mahapadma, maka sesek ing bhuwana.Mijil ta radtya wulan, maka suluh ingbhuwana; mijil lintang taranggana, maka tulis ing bhuwana. Mijil panca maha Bhuta,maka urip ing bhuwana; mijil ta catur pramana apah, teja, bayu akasa. Urip inganda bhuwana sampun apasek; mangke punang jagat traya apan sampun sirayoga.Dinelo Bhatari Uma, satampakira Bhatari:hana putih, hana abang, hana kuning, hana ireng.Kaget Bhatari Sri Uma, agila tuwon ing awak,neher masih nadah janma, mangerak masingha-nada; waja masalit masiyung,tutukilwir jurang parah ro; netra kadi Surya kembar, irung kadi sumur bandung;kuping Iwir leser ing pa (ha;roma…agimbal;awak awegah aluhur, luhur ira tanpantara; tutug ing anda bhuwana, tutug madhya ning akasa; sira ta Bhatari Durga,aranira duk samana.Satinggal Bhatari Durga, ayoga saang wado Kala;wulune ginawe ala, lanang wadon warna nira. Pada sampun wnastonan, sampunpinugrahan aran, kunang tetendahanira, si cabora, si cabori, si bragla, sibragali, si sanaka, si sanaki, si durana, si durani, si kaleka, si kaleki, sigondala, si gondali, si betala, si betali, garbhayaksa, garbhayaksi, galunganpanadah Kala. Pangawaking Kala braja, besawarna mandi-jati, pepelika, pepeleki,agung alitwarna nira.Yoga ning Bhatari Durga; ri sampuniramayoga, lumebu sireng samudva, mayoga sira irika.Isining dalem samudra, mijil tekang sarwarupa, duyung kuluyung lan prang-prang, tangiri Kalawan buntek. Tan ilangtakonakena.Genep kabeh punang warna, Yoganing Bhatari Durga,dineleng sireng bhuwana, tutug madhya ning akasa. Tuminghal (ta) Bhatara guru,turun sira sakarengan, mayoga ta sira muwah, matemahan metu Kala. Mangerakmasingha-nada, waja masalit asiyung, tutuk lwir jurang parongbrong, netra kadi Surya kalih. Irung kadi sumurbandung, kuping lwir lalar ing pandung, roma akepel agimbal, awak awegahaluhur.Luhurira tan pantara, abang tutug ingbhuwana, tutug madhya ning akasa, sira ta Bhatara Kala. Sira ta Bhatari Uma,aranira duk samana, mayoga sa-wadoKala, lanang wadon warnanira.Bhuta bhuti, yaksa yaksi, pisaca Bhuta manganti,maha Bhuta, panca Bhuta,pulung dara (h), pulung dari (h), dewa dengen, Bhutadengen, daitya, wil lawan danawa, mrajapati anggapati. Kekeliki, pepelika,pepeleki, agung alit warnanira, yoga ning Bhatara Kala.Ri sampunira mayoga, mangher po sira ring gunung,hyang sangkara naminira, mangher po sira ring alas. Bhuta banaspati raja,banasati sireng kayu, singha-Kala sireng lemah, Kala wisesaa ring akasa. Bhutalamis sireng watu, Wisnu pujut sreng wengi, bangbang pita ring rahina, Kalanundang sireng dalan. DoraKala sireng lawang, hyang maraja sreng natar, Bhutasuci sireng sanggar, Bhuta sayah ring balyagung. Kala graheng pamanggahan, Bhutangandang simpang awan, Kala dungkang sireng batur, Bhuta duleg sireng longan, Bhutandelik sireng galar, Bhuta gumulung ing klasa, Bhuta jempang sireng galeng, Bhutaasih ring paturon. Kala mukti sireng pawon, Bhuta ndelep sireng dengen, Kalasakti sireng sanggar, Kala nembah taretepan, Kala nginte sireng pager, Kalangintip sireng tampul, doraKala sireng lawang, Bhuta ngingel Siwawalan, Bhutaninjo ring gugumuk, Bhuta ngilo sireng sumur, Bhuta mangsa sireng sema, Bhutaboset pabajangan, Bhuta rerengek ring wates, Bhuta ulu sireng pakung, Bhutaedan (ring) dalan agung, Bhuta wuru sireng sajeng, Bhuta bloh (sir) eng dalanagung, Bhuta logok (sir) eng tapan, Bhuta bega pamidangan, Bhuta cantulengpasajnan, Bhuta simuh sande kawon, Bhuta ngoncang sireng lumpang, Bhuta ngadusireng lebuh, kuncang-kancing ring padangan Bhuta grawang Umah suwung, Bhutalawang paciringan, Bhuta lepek paperangan, Bhuta rangregek (sir) eng wates, Bhutatulu (s) sireng pangkung,Kala- kali ring pajuden, singanjaya ring Kalangan, Kalaedan sireng pasar, sid (dh) a-kara ring patamon, Bhuta dengkol sireng dagan, Kalamendek ring paseban, Bhuta asih ring paturon, Kala mukti pabetekan, Kaladengsek pabajangan, Kala dekek sireng sendi.Dineleng Bhatari Durga, mentas ta sakingsamudra, sareng lan Bhatara Kala, apa ta jalukanira?Abhasma sira rudhira, kapala ganitri nira,usus ta sandangan-ira, asampet sira bang ireng. Ingemban ingiring-iring, deningwado Kala nira, tan sah ring pasanak ira, angher po sira ring setra. Setrawates pabajangan, kepuh randu kurambiyan, ingayap ing wado Kala, dremba mohanadah janma. Ulih ing anggawe loka, tinadah rahina wengi, binuru inguyanguyang, dening wado Kala nira.Tinutut sa-paranira, tinadah rahina wengi,kuneng kang tinadah ira, enaknya anadah jalma. Tan salah tinadah-ira, jannawetu wuku carik, wuku wayang wuku nira, kadana (n) lawan kadini. Pandawa lawanmetuwang, tunggak wareng, unting-unting, uduh-uduh rare bajang, tinadah rahinawengi. Mangkin krodha Sanghyang Kala, tumurun sira sakareng, angadeg ringsunyantara, anggawe sanggah pamujan.Neher ta ginawe nira, Brahma, Wisnu,Maheswara, tumurun ring madhyapada, arddha moho’nggawe manusa. Hyang Iswaradadi Resi, Hyang Brahma dadi Brahmana, Hyang Wisnu dadi Bhujangga, ya tha sira mangkengutus,dening pada nira Sanghyang, ngaturaken tadah saji, sari genep saji nira, sampunta mangke winastwan. Dening pada nira Sanghyang, Brahmana, Bhujangga, Resi,Saiwa Kalawan Saugata, anglukata dasa mala.Anadah Bhatara Kala, kalih lan Bhatari Durga,tok sekul Kalawan ulan, sarwa genep kang tadahan. Tan ilang takonakena.Datenge Bhatara Kala, kalih lan Bhatari Durga,angadeg ing puspa-kaki, ingayap ing wado Kala, garjita tumon ing (ta) tadah(an), tan ilang takonakena. Ingundang ing japa mantra, tinabuhan genta-genti,unung kang genta oragan, sangka umung tan pantara. Tutug teka ring akasa,siniratan sekar ura, candana la (wa)n wija kuning, damar murup lawan dhupa.Kukus sakeng dhupa panggi, tutug teka ring akasa, mrebuk arum kang bhuwana,kongas tekeng windu-pada.Mulaning hana amuja, kang manusengmadhya-pada, tadahan Bhatara Kala, kalih lan Bhatari Durga. Neher sirasiramanya : manusa ring madhya-pada, Purnama Kalawan Tilem, tan kasapa de HyangKala, tan kasapa de Hyang Durga, Tan katadah de Hyang Kala, lan katadah deHyang Durga, pan sampun sinuddha-mala, deni wastu nira Sanghyang. Ilang tekangrupa juti, waluya atemahan jati, Hyang Kala temahan Guru, Hyang Durga temahan Uma.Mantuk mareng Siwapada; kalih lan Bhatari Uma; deni wastu nira Sanghyang, lukatsira Sang linukat. Lukat sira sang anglukat. Dewa sira sang linukat, hanasireng Siwapada, mantuk sira mareng swarga.Angiring ing pada Sanghyang, angadeg ingSuryapada; Kosika mulih mangetan, matemahan Hyang Iswara. Sang Garga mulihmangidul, matemahan Bhatara Brahma; Sang Maitri mulih mangulon. Matemahan HyangMahadewa. Kurusya mullih mangalor, matemahan Bhatara Wisnu, Pratanjala mulih (ring)madhya, matemahan Bhatara Siwa. Sakweh ikang wako-Kala, matemahan Widyadhara;manadi Yaksa klawan Yaksi matemahan Widyadhari.Sami mantuk mareng swarga, angiring paduka-nira,dening wastu nira Sanghyang, mulih kuneng jati purna. Manusa sami kalukat,mantuk maring Siwapada, sampun pada ingastonan,, ilang tekang rupa juti, waluyaatemahan jati, dening wastu ira Sanghyang, alinggih ing sthana nira,enang-ening rupa jati.

TERJEMAHAN
Om, Purwa Bhumi Kamulan (awal mula dunia).Yang Mulia Bhatari Uma, lahir dari pergelangan kaki Bhatara Guru.Mula-mula yang ada adalah Bhatari, sebagaipermaisuri Bhatara . Beryogalah Bhatara dan beryoga pula Bhatari. Lahirlah paradewata, panca resi, sapta resi; Kosika, Sang Garga, Maitri, Kurusya, Sang PratanjalaKosika pandai dalam hal padyargha, (dankemudian) dikutuk oleh Bhatara; Sanghyang Kosika lahir dari kulit. (Kemudian)Sang Garga lahir dari daging. Sang Maitri lahir dari otot. Sanghyang Kurusyalahir dari tulang. Sang Pratanjala lahir dari sumsum. Maka lengkaplah isinyadunia (Bhuwana), sebab telah diisi. Kemudian Bhatara dan Bhatari disuruhmembuat dunia, kemudian ia dinobatkan dan namanya sangat terkenal, dan kemudiandi kutuk oleh Bhatara.Kosika pergi ke timur, berubah menjadidengen. Sang Garga pergi ke selatan , berubah menjadi harimau. Sang Maitripergi ke barat berubah menjadi ular. Kurusyapergi ke utara berubah menjadi buaya. Pratanjala pergi ke tengah , berubahmenjadi kura-kura besar. Sang Pratanjala diutus turun membuat dunia. Berjalan dengan tanpa teman, (karena)diutus oleh Bhatari (Uma), maka turunlah Sang Pratanjala. Lalu menyembah danmohon diri (ke hadapan) Bhatara dan Bhatari. Berdirilah ia di antara langityang kosong. Tidak ada sesuatu yang tampak, tidak ada sesuatu yang bersuara.Maka pikiran Bhatari menjadi hening, lalu mengeluarkan mentra-mentra untukmenciptakan dunia, beserta isinya dunia, bersama dengan sang Pratanjala.Keringat mengalir dengan deras membasahibadan. Kemudian jatuh menimpa Bhatari (Gangga), maka keluarlah Bhatari Gangga.Pada awal mulanya ketika itu, keringat Bhatari mengering, maka keluarlah garamdari badan yang rasanya sepat dan asin, jatuh menimpa Bhatari Gangga, lalukelurlah Bhatari Samudra; dilihatnyabadan Bhatari, keluarlah tanah dari badan, jatuh menimpa Bhatari Samudra,(maka) keluarlah Bhatari Prthiwi; (kemudian) dataran bumi menjadi melebar,berpayungkan hamparan langit yang lebar. Padaawal mulanya ketika itu, beliaukembali beryoga, mengucapkan mentra untuk membuat dunia.Dari yoga Sanghyang Dharma, keluarlahmaha-padma, sebagai pelengkap dunia.Kemudian keluarlah matahari dan bulan sebagai penerang dunia; keluar gugusanbintang-bintang, sebagai hiasan pada dunia. (Kemudian) keluar Panca MahaBhuta,sebagai jiwanya dunia; (kemudian) keluar catur pramana (antara lain) apah,teja, bayu dan akasa. (Sehingga) jiwa anda bhuwana menjadi lengkap dan kuat;dan sekarang ketiga dunia (menjadi sempurna), oleh yoga beliau. Dipandanglah BhatariUma, setiap yang disentuh oleh Bhatari, ada putih, ada merah, ada kuning danada yang hitam.Tiba-tiba Bhatari Sri Uma menjadi murkamelihat wujud dirinya, lalu tumbuh dorongan untuk memakan manusia, laluberteriak bagaikan singa meraung.Gigi dan taringnya panjang. Mulutnyabagaikan jurang terbelah dua. Mata bagaikan matahari kembar. Hidung bagaikansumur kembar. Telinga bagaikan paha berdiri tegak. Rambut digulung, badannyatinggi besar, tingginya tidak terkira, dari anda bhuwana (Bulatan bumi) sampaike pertengahan langit, beliaulah Bhatari Durga, namanya saat itu. Semua abdi BhatariDurga, dan abdi-abdi Sang Kala melakukan yoga; bulu-bulunya dijadikan(sumber)kejahatan, berwujud laki maupun perempuan.Semuanya sudah diisi dan sudah dianugrahinama. Adapun nama-namanya adalah Si Cabora, Si Cabori, Si Bragala, Si Bragali, SiSanaka. Si Sanaki, Si Durana, Si Durani, Si Kalika, Si Kaleki, Si Gondala, SiGondali, Si Betala, Si Betali, Si Garbhayaksa, Si Garbhyaksi, semuanya berpestapada Galungan.Perwujudan Kala Braja, Besawarna yang amatsakti, Pepelika, Pepeliki, ada yang besar dan ada yang kecil wujudnya, Yoga BhatariDurga.Setelah beliau beryoga, kemudian menyelam kedalam samudra, di sana beliau beryoga. Semua isi samudra lalu keluar dalambentuk aneka rupa seperti : ikan duyung, ikan hiu, dan ikan gergaji, ikantengiri dan buntek (ikan pendek besar mengandung racun). Dan masih banyak lagidengan nama masing-masing.Bhatari Durga beryoga, dipandangnyalahdunia, tembus sampai kepertengahan angkasa. Bhatara Guru melihat, lalu seketikabeliau turun. Kemudian beliau beryoga lagi, akhirnya lahirlah (para) Kala.Berteriak bagaikan singa meraung, gigi dan taringnya panjang, mulut bagaikanjurang menganga, mata seperti matahari kembar, hidung bagaikan sumur kembar,telinga bagaikan rambut diurai, badan tinggi besar. Tingginya luar biasa, bumimenjadi merah, tembus ke pertengahan langit, beliaulah Bhatara Kala.Bhatari Uma nama beliau tatKala itu. Para Kalapembantu (beliau) baik yang laki maupun tatKala itu. Para Kala pembantu(beliau) baik yang laki maupun yang perempuan beryoga.Bhuta Bhuti, Yaksa Yaksi, Pisaca Bhutamenyertai, Maha Bhuta, Panca Bhuta, Pulung Dara (h), Pulung Dari (H). Krti Dara(h), Krti Dari (h), Dewa Dengen, Bhuta Dengen, Daitya, Wil, serta Danawa,Mrajapati Anggapati. Kekelika, Kekeliki, Pepelika, Pepeleki, ada yang besar adayang kecil bentuknya, yoga Bhatara Kala. Setelah beliau beryoga, lalu beliautinggal di gunung. Hyang Sangkara nama beliau, (ketika) beliau tinggal dihutan. Bhuta Banaspati, Banaspati pada kayu. Singha Kala pada tanah. KalaWisesa pada langit. Bhuta Lamis pada batu. Wisnu Pujut pada malam hari.Bangbang Pita pada siang hari. Kala Nundang pada jalan. DoraKala pada pintugerbang. Hyang Maraja pada halaman. Bhuta suci pada sanggar. Bhuta Sayah padaBale agung. Kala Graha pada Kuburan (pemanggahan) . Bhuta Ngadang padapersimpangan jalan. Kala Dungkang pada bangunan suci (batur). Bhuta Duleg dibawah tempat tidur. Bhuta Ndelik pada bilah-bilah bambu alas tikar pada tempattidur (galar). Bhuta Gumulung pada tikar pandan yang dianyam halus (klasa). BhutaJempang pada bantal. Bhuta Asih pada tempat tidur. Bhuta Delep pada tugupekarangan (dengen). Kala Sakti pada tempat suci (sanggar). Kala Nembah padacucuran atap. Kala Nginte pada pagar. Kala Ngintip pada tiang rumah. DoraKalapada pintu gerbang. Bhuta Ngigel pada orang kerasukan. Bhuta Ninjo padagundukan tanah diatas kuburan. Bhuta Ngilo pada sumur. Bhuta Mangsa padakuburan Bhuta Boset pada kuburan anak-anak. Bhuta Reregek di perbatasan. BhutaUlu pada jurang. Bhuta Edan pada jalan besar. Bhuta Logok pada pertapaan(tapan?). Bhuta Bega pada pamidangan (?). Bhuta Cantula pada balai pertemuan. BhutaSimuh pada waktu senja. Bhuta Nguncang pada lesung. Bhuta Ngadu pada jalan didepan rumah. Kuncang Kancing pada padangan (?) (alat dapur?). Bhuta Grawangpada rumah kosong. Bhuta Lawang pada Gang. Bhuta Lepek pada medan perang. BhutaRengregek di perbatasan. Bhuta Tulus pada jurang. Kala Kali pada perjudian.Singanjaya pada arena perjudian. Kala Edan pada pasar. SiddhaKala padapertemuan (patamon). Bhuta Dengkol pada kaki tempat tidur. Kala Mukti padadapur. Kala Dengsek pada kuburan anak-anak. Kala Dekek pada dasar tiang rumah.Dipandangnya Bhatari Durga, lewat samudra,bersama dengan Bhatara Kala. Ia menggunakan darah sebagai basma. Ganitrinyatengkorak manusia. Usus selempangnya. Berselendang berwarna merah dan hitam.Diasuh dan diantar oleh para hambanya (yang terdiri dari) para Kala, tidak jauhdari sanak saudaranya, lalu ia menuju kuburan.Di perbatasan kuburan anak-anak,(pada) pohon kepuh dan randu yang rindang. Dipuja oleh para Kala yang menjadihambanya, dengan seperti orang mabuk memakan manusia. Upah menciptakan dunia,dimakan., siang dan malam, dikejar dan diperangkap, oleh para Kala yangmerupakan para hambanya. Kemana pergi dikejar, dimakan siang dan malam. Adapunmanusia yang dimakan dengan enaknya. Tidak lain yang dimakan adalah orang yanglahir pada Wuku Carik, yaitu orang yang lahir pada Wuku Wayang, lahir kembarsiam (kadana-kadini) , bersaudara lima, tunas tunggul (tunggak wareng), unting-unting(?), (itulah yang) dimakan siang dan malam. Sekarang Sanghyang Kala marah,seketika ia turun, berdiri diantara dunia yang sepi, membuat sanggar pemujaan.Lalu diciptakan Brahma, Wisnu dan Maheswara, kemudian turun kedunia,berkehendak menciptakan manusia. Hyang Iswara menjadi Resi. Hyang Brahmamenjadi Brahmana. Hyang Wisnu menjadi Bhujangga. MereKalah kemudian yang diutusoleh Tuhan (Sanghyang), (agar) menghaturkan sajen, segala jenis sajen yanglengkap. Sekarang sudah ditegaskan; oleh Sanghyang, (bahwa) Brahmana,Bhujangga, Resi, Siwa dan Sogata, (boleh) meruwat sepuluh jenis kekotoran.Bersantaplah Bhatara Kala bersama dengan BhatariDurga, tuak, nasi, dan ikan, berjenis-jenis hidangan lengkap. Dan banyak laginamanya yang lain. Kemudian Bhatara Kala datang, bersama dengan Bhatari Durga,berdiri diatas tangkai bunga, dipuja oleh para Kala yang merupakan hambasahayanya, sangat senang hatinya, melihat hidangan. Diundang dengan japamantra,diiringi suara genta yang tiada putus-putusnya, suara genta oragan riuh, suarasangka riuh tidak henti-hentinya. Tembus sampai ke angkasa, ditaburi denganbunga-bungaan, cendana dan bija berwarna kuning, pedupaan dan dupa menyala.Asap dupa panggil tembus sampai ke angkasa, bumi jadi harum semerbak bahkansampai ke Windu Pada. (Itulah) awal mulanya adanya manusia dibumi memuja,mempersembahkan sesajen kepada Bhatara Kala, dan kepada Bhatari Durga. Lalu iaberjanji, bahwa setiap Purnama dan Tilem manusia di bumi tidak dikutuk oleh BhataraKala dan tidak pula dikutuk oleh Bhatari Durga. Tidak disantap oleh Hyang Kala,dan tidak pula dimakan oleh Hyang Durga, sebab sudah disucikan kekotorannyaoleh berkat Sanghyang (Tuhan).Rupanya yang mengerikan kemudian hilang,kembali seperti semula. Hyang Kala menjadi Bhatara Guru, Hyang Durga menjadi BhatariUma. Pulang menuju Siwa-pada (tempatnya Siwa), bersama dengan Bhatari Uma, olehkarena berkat. Sanghyang,(akhirnya ) teruwat juga orang yang diruwat. Yangmeruwat juga teruwat. Yang diruwat adalah Dewa, beliau ada di Siwa-pada. Iakembali menuju sorga. Setia pada Sanghyang (Tuhan), tinggal di Surya-pada. Kosikakembali ke timur menjadi Hyang Iswara. Sang Garga kembali ke selatan menjadi BhataraBrahma. Sang Maitri kembali ke barat menjadi Hyang Mahadewa. Kurusya kembali keutara menjadi Bhatara Wisnu. Pratanjala kembali ketengah menjadi Bhatara Siwa.Semua Kala yang merupakan hamba-hambanya menjadi Widhyadara. Mandiraksa danYaksi menjadi Widhyadari. Semuanya kembali ke sorga mengikuti junjungannya.(Semua itu) karena berkat Sanghyang (Tuhan). (Semuanya) kembali sepertiwujudnya semula.Om Santih Santih Santih Om


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.