411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Tuesday, July 21, 2015

Asal Usul Nama Orang Bali : Wayan, Made, Nyoman, Ketut




Jika Anda sedang berada di Bali, Anda tentu sering mendengar nama-nama khas Bali mulai Wayan, Made, Nyoman, Ketut, Ida Bagus, dan sebagainya. Semua nama itu ternyata ada artinya.

Kita mulai dulu dengan sebutan I dan Ni pada nama-nama orang Bali. Huruf I di depan nama Wayan misalnya, adalah kata sandang yang bermakna laki-laki. Sementara kata sandang penanda kelamin perempuan adalah Ni. I dan Ni juga bermakna seorang lelaki dan wanita dari keluarga masyarakat kebanyakan, tidak berkasta atau biasa disebut orang jaba. Jika ia terlahir di keluarga penempa besi,  maka orang Bali ini bernama Pande. Bila di depan Wayan gelarnya Ida Bagus, ia tentu terlahir di keluarga Brahmana. Ida Bagus berarti yang Tampan atau Terhormat.  Jika saja ia digelari Anak Agung, maka ia lahir di keluarga bangsawan.

Nama Wayan berasal dari kata “wayahan" yang artinya yang paling matang.  Titel anak kedua adalah Made yang berakar dari kata "Madia" yang artinya tengah. Anak ketiga dipanggil Nyoman yang secara etimologis berasal dari kata "uman" yang bermakna “sisa” atau “akhir”.  Jadi menurut pandangan hidup orang Bali, sebaiknya sebuah keluarga memiliki tiga anak saja.  Setelah beranak tiga, kita disarankan untuk lebih “bijaksana”. Namun zaman dahulu, obat herbal tradisional kurang efektif untuk mencegah kehamilan, coitus interruptus tidak layak diandalkan, dan aborsi selalu dipandang jahat, sehingga sepasang suami istri mungkin saja memiliki lebih dari tiga anak.

Anak keempat gelarnya Ketut. Ia berasal dari kata kuno "Kitut" yang berarti sebuah pisang kecil di ujung terluar dari sesisir pisang. Ia adalah anak "bonus" yang tersayang. Karena program KB yang dianjurkan pemerintah, semakin sedikit orang Bali yang bernama Ketut. Itu sebabnya ada kekhawatiran dari sementara orang Bali akan punahnya sebutan kesayangan ini.

Menurut situs balirustique.com, orang Bali memiliki sebuah tabu atau pantangan bahwa petani tidak boleh menyebut kata tikus, yang di Bali disebut bikul, jika sedang ada  di sawah. Menyebut tikus di sawah, dipercaya bagai mantra yang bisa memanggil tikus. Untuk itu jika sedang di sawah, orang memanggilnya dengan julukan spesial  ” Jero Ketut”.  Ia bermakna tuan kecil. Ini berangkat dari pandangan bahwa tikus bagimanapun juga adalah bagian dari keseimbangan alam.

Bila keluarga berencana gagal, dan sebuah keluarga memiliki lebih dari empat anak, maka mulai dari anak kelima, orang Bali mengulang siklus titel di atas. Anak kelima bergelar Wayan, keenam Made, dan seterusnya.

Namun jika bicara lebih rinci, ketiga titel hirarki kelahiran orang Bali memiliki sinonim; untuk Wayan: Putu, Kompiang, atau Gede; untuk Made: Kadek atau Nengah; untuk Nyoman: Komang. Sementara nama Ketut yang istimewa tak bersinonim.

Seperti orang Jawa, orang Bali tidak memiliki nama marga atau nama keluarga (family name).  Jadi kalau dilihat dari kaca mata orang barat, orang Bali hanya memiliki first name tanpa family name. Konon ini memudahkan orang untuk menyamar di waktu perang.  Bahkan bila terpaksa, setelah kekalahan militer, seorang bangsawan bisa mengaku sebagai orang kebanyakan. Dan seluruh keturunannya pun terpaksa memakai titel I atau Ni.

Meski tidak mengenal nama marga atau fam, ada juga orang Bali yang yang turun temurun dengan jelas menambahkan nama marga atau sub marga sepeti  Dusak, Pendit, dan lain lain di belakang nama depan . Misalnya saja (hanya rekayasa), Wayan Sujana Pendit.  Di jaman modern ketika nama keluarga jadi penting untuk urusan paspor atau kalau tinggal di luar negeri, beberapa keluarga Bali yang progresif membuat nama marga baru yang biasanya diambil dari nama seorang ayah yang berpendidikan tinggi dan “sukses”.

Banyak hal yang berubah di Bali sejak  kemerdekaan Indonesia. Bila di zaman dulu orang menamai anaknya sekehendak hati, sering tanpa arti, atau hanya onomatope, di zaman sekarang ini, orang-orang mulai ramai memakai nama yang berasal dari bahasa Sanskerta. Ada juga nama orang Bali kini yang sudah 'bernuansa' barat seperti misal I Ketut Bobby atau Ni Luh Ayu Cindy.

Sumber :
http://www.beritabali.com/index.php/page/berita/dps/detail/2013/04/26/Asal-Usul-dan-Arti-Nama-Orang-Bali/201107022503

Saturday, July 18, 2015

Pan Sirat telah berpulang...

Pada hari Saniscara, Beteng Pon wuku Dungulan sasih Karo tanggal 18 Juli 2015 jam 03.00 Pagi, orang tua  I Wayan Surata yaitu I Rate dengan tenang melepaskan semua yang ia rasakan di mayapada menuju sunya loka dengan hembusan napas terakhirnya dan tersenyum laksana salam seorang ayah kepada prthisentananya.......

Kewajiban yang ditinggal sesuai sastra, kuna dan loka dresta akan dilaksanakan upacara atiwa-tiwa pada hari Sukra Beteng Wage, wuku Kuningan, tanggal 24 Juli 2015, dengan kondisi yang sedikit berbeda dengan sebelumnya dalam hal upakara, dalam upacara atiwa-tiwa ini akan sama seperti saat upacara atiwa-tiwa I Nyoman Kiteh yaitu dirangkai dengan upacara tarpana saji yang dipuput oleh Ida Pedanda di rumah duka.
Adalah kewajiban bagi kita pula untuk mendoakan orang tua, keluaga, saudara dan teman kita yang telah mendahului kita menuju alam sunyaloka dari mercapada, semoga beliau dapat diterima amal bhaktinya di merchapada sebagai pertimbangan untuk Amoring Acintya.

"Om svargantu Pitaro devah
Svargantu pitara ganam
Svargantu pitarah sarvaya Namah svada

Om Hyang Widhi semoga atmanya mendapat tempat di surga
Semoga semua atma yang suci mendapat tempat di surga
Sembah hamba hanyalah kepada Hyang Widhi
Dan hormat hamba kepada semua atma suci.

Om moksantu Pitaro devah
Moksantu pitara ganam
moksantu pitarah sarvaya
Namah svada

Om Hyang Widhi semoga atmanya mencapai moksa
Semoga semua atma yang suci mencapai moksa
Sembah hamba hanyalah kepada Hyang Widhi
Dan hormat hamba kepada semua atma suci.

Om sunyantu Pitaro devah
Sunyantu pitara ganam
Sunyantu pitarah sarvaya
Namah svada

Om Hyang Widhi semoga atmanya mendapat ketenangan
Semoga semua atma yang suci mendapat ketenangan
Sembah hamba hanyalah kepada Hyang Widhi
Dan hormat hamba kepada semua atma suci.

Om bagyantu Pitaro devah
Bagyantu pitara ganam
Bagyantu pitarah sarvaya
Namah svada

Om Hyang Widhi semoga atmanya mendapat kebahagian sejati
Semoga semua atma yang suci mendapat kebahagiaan sejati
Sembah hamba hanyalah kepada Hyang Widhi
Dan hormat hamba kepada semua atma suci.

Om ksamantu Pitaro devah
Ksamantu pitara ganam
Ksamantu pitarah sarvaya
Namah svada

Om Hyang Widhi semoga atmanya mendapat pengampunan
Semoga semua atma yang suci dibebaskan segala dosanya
Sembah hamba hanyalah kepada Hyang Widhi
Dan hormat hamba kepada semua atma suci".


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.