411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Wednesday, June 22, 2016

Pan Waker aka I Rodeg telah berpulang

Bertepatan dengan Purnama Sasih Sadha, kajeng kliwon dan runtuhnya Watugunung atau sering disebut Tuun Sebel, satu lagi warga Pura Ibu Pasek Gelgel Sawangan yaitu Pan Waker alias I Rodeg telah menutup usia pada hari Minggu Kliwon Wuku Watugunung tanggal 19 Juni 2016.

Oleh pratisentananya, upacara atiwa-tiwa dilaksanakan pada hari Senen Pon Wuku Sinta, tanggal 27 Juni 2016. Sehingga bagi warga Pura Ibu Pasek Gelgel Sawangan tidak dapat melaksanakan perayaan Hari Raya Pagerwesi karena kacuntakan....

Atas semua amal kebaikaanya, semoga dapat menjadi tabungan kebajikan untuk menyatu dengan-Nya...

Om Swastyastu,
Om Tattwatma Naryatma Swadah Ang Ah
Om Swargantu, Moksantu, Sunyantu, Murcantu.
Om Ksama Sampurna ya Namah Swaha...
Om Vayur Anilam Amartam Athedam
Basmantam Sariram,
Om Krato Smare, Klie Smare, Krtam Smara....
Om Ksama sampurna ya namah,
Om Santih, Santih, Santih, Om

Sunday, June 12, 2016

Bercerminlah pada Panca Pandawa


1. Pertama kali Bima yg mati.
Pada saatnya nanti, tenaga besar yg kau sombongkan itu meninggalkanmu pertama kalinya.
2. Kedua kalinya Arjuna yg mati.
Ketampanan, kesaktian, juga harta benda yg kau sombongkan itu meninggalkanmu berikutnya.
3. Ketiga kalinya Nakula yg mati.
Makanan (sekula) enak-enak yg kau sombongkan meninggalkanmu ditahap ketiga.
4. Keempat kalinya Sahadewa yg mati.
Kepradnyanan, keahlian, ketrampilan yg kau sombongkan meninggalkanmu selanjutnya.
Hanyalah Dharma yg diikuti seekor anjing (asu = asuba karma dan suba karma) yg kau bawa pulang ke desa tuamu.

Thursday, June 09, 2016

MAKNA ARAK BEREM


Bagi umat Hindu Bali yang belum memiliki kewenangan "Nganteb" banten dengan "Pengastawa" sebagaimana layaknya seorang pemangku, bukan berarti tidak ada cara nganteb yang diperbolehkan.
Bagi orang awam atau bahkan bagi orang yang tidak mengenal tulisan tentu saja agak kesulitan untuk ngastawa mempergunakan puja mantra, tetapi bisa dilakukan dengan nyanyian pemujaan seperti kidung wargasari dan lain-lain. Ada juga menggunakan simbol-simbol seperti melakukan "tetabuhan arak-berem".
Kenapa menggunakan Arak dan Berem?
Arak merupakan simbol dari aksara suci "Ah-kara"
Berem adalah simbol dari aksara suci "Ang-kara".
Hal ini terkait dgn mantra pengastawa
"Utpeti", "Stiti", "Pralina"
Utpeti..
Yang dimaksud dengan Utpeti adalah memohon kehadapan Sang Hyang Widhi agar Beliau berkenan kontak dengan manusia melalui manifestasi Nya sesuai dengan fungsi Nya, untuk menyaksikan
persembahan dari pemuja Nya berdasarkan keyakinan dan kekuatan magis dari upacara.
Dalam hal ngastawa mempergunakan sarana /simbul maka,kalau metabuh dalam tujuan ngastawa harus mengikuti urutan Berem (Ang) kemudian dilanjutkan dengan Arak (Ah).
Stiti....
Yang dimaksud adalah menstanakan Beliau, dalam imajinasi seolah-olah Beliau telah duduk pada stana Nya, telah siap menerima dan menyaksikan persembahan pemuja Nya.
Maka pada saat inilah kita melakukan persembahyangan kepada Sang Hyang Widhi Wasa beserta seluruh manifestasi Nya.
Pralina...
Pengertiannya adalah menghaturkan persembahan untuk memohon agar Beliau berkenan kembali ke Kahyangan (kembali pada keheningan Nya), karena acara persembahyangan pemuja Nya telah selesai. Dalam hal ini mempergunakan sarana maka kalau metabuh dalam tujuan pralina harus mengikuti urutan Arak (Ah) ,
kemudian dilanjutkan dengan Berem (Ang).
Begitu juga dalam menghaturkan "Segehan", letakkan segehan di posisi yang seharusnya, kemudian ngastawa (Berem-Arak), lalu "ketis" toyo ening, kemudian "ayab" dan terakhir pralina (Arak-Berem). Sehingga dalam mesegehan pun telah terlaksana Utpeti-Stiti-Pralina.
Dalam mesegeh sesuaikan warna nasi kepelnya dengan arah mata angin
Putih-Timur,
Merah-Selatan,
Kuning-Barat,
Hitam-Utara
Brumbun (campuran keempat warna)-Tengah
Begitu juga dalam hal menghaturkan "Canang Sari" agar diperhatikan warna bunga agar sesuai dengan arah mata angin seperti pada segehan di atas, hanya bedanya yang di tengah adalah irisan dari pandan harum.
dumogi wenten pikenoh nyane , sehingga tidak lagi berpikir bahwa arak/berem itu untuk minuman Bhuta Kala.


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.