4 Makna Melasti yang Harus di Ketahui
Melasti
ngarania ngiring prewatek Dewata anganyutaken laraning jagat papa
klesa, letuhing bhuwana. (Lontar Sang Hyang Aji Swamandala).
Maksudnya:
Melasti adalah meningkatkan Sraddha dan Bhakti pada para Dewata
manifestasi Tuhan Yang Mahaesa untuk menghanyutkan penderitaan
masyarakat, menghilangkan papa klesa dan mencegah kerusakan alam.
Setiap
Sasih Kesanga umat Hindu di Nusantara mengadakan Upacara Yadnya yang
disebut melasti yang dilanjutkan dengan nyejer. Ritual melasti dan
nyejer ini sebagai pendahuluan dari Hari Raya Nyepi. Melasti, Nyejer dan
Nyepi sebagai kegiatan keagamaan Hindu untuk memperingati Tahun Baru
€aka.
Hakikat semua perayaan keagamaan Hindu tersebut
sebagai suatu proses evaluasi penyelenggaraan kehidupan yang dilakukan
setiap tahun. Proses evaluasi ini amat dibutuhkan untuk mencermati
penyelenggaraan kehidupan di bumi ini agar senantiasa berada dalam
jalur yang benar sesuai dengan ketentuan pustaka suci Weda.
Kutipan
Lontar Sang Hyang Aji Swamandala di atas itu, menjelaskan empat tujuan
Melasti. Sedangkan tujuannya yang tertinggi dinyatakan dalam Lontar
Sunarigama yang dinyatakan dalam bahasa Jawa Kuno sbb: ”Melasti
ngaran amet sarining amertha kamandalu ring telenging segara. ”
Maksudnya: Dengan Melasti mengambil sari-sari kehidupan di tengah
samudra.
Dua kutipan Lontar ini, sudah amat jelas makna
ritual Melasti itu sebagai proses untuk mengingatkan umat manusia akan
makna tujuan hidupnya di bumi ini. Tuhan telah menciptakan berbagai
sumber alam sebagai wahana dan sarana kehidupan bagi umat manusia hidup
di bumi ini. Untuk hidup di bumi ini hendaknya menggunakan sari-sari
alam ciptaan Tuhan. Ini artinya hendaknya dihindari mengeksploitasi
sumber alam ini secara berlebihan. Untuk melakukan hal itu, umat
manusia dimotivasi dengan ritual sakral tiap tahun dengan Upacara
Melasti.
Dari kutipan Lontar tersebut di atas, maka Melasti itu ada empat sasarannya yaitu:
1.
Ngiring Prawatek Dewata. Artinya membangun sikap hidup untuk
senantiasa menguatkan sraddha bhakti serta patuh pada tuntunan para
Dewata sinar suci Tuhan. Umat Hindu di Bali melakukan Upacara Melasti
dengan melakukan pawai keagamaan yang di Bali disebut mapeed untuk
melakukan perjalanan suci menuju sumber air seperti laut dan sungai
atau mata air lainnya yang dianggap memiliki nilai sakral secara
keagamaan Hindu. Saat perjalanan suci dengan mapeed itu umat diharapkan
melakukan bhakti pada Dewata manifestasi Tuhan dengan simbol-simbol
sakral yang lewat di depan rumahnya atau sembahyang bersama saat sudah
di tepi laut atau sungai.
2. Anganyutaken Laraning Jagat.
Ini artinya dengan Upacara Melasti umat dimotivasi secara ritual untuk
membangkitkan spiritual kita untuk berusaha menghilangkan Laraning
Jagat (Sosial care). Istilah Laraning Jagat ini memang sulit sekali
mencari padanannya agar ia tidak kehilangan makna. Kata Lara dan Jagat
sudah sangat dipahami oleh umat Hindu di Bali. Lara ini agak mirip
dengan hidup menderita.
Hanya yang disebut dengan Lara
tidaklah semata-mata orang yang miskin materi. Banyak juga orang kaya,
orang berkuasa, orang yang berpendidikan tinggi, keturunan bangsawan
hidupnya Lara. Orang kaya menggunakan kekayaannya untuk membangkitkan
kehidupan yang mengumbar hawa nafsu. Kekuasaan dijadikan media untuk
mengembangkan ego untuk bersombong-sombongria, atau menggunakan
kekuasaan untuk mengeruk keuntungan pribadi bukan untuk mengabdi pada
mereka yang menderita. Demikian juga banyak ilmuwan menjadi sombong
karena merasa diri pintar.
Banyak juga orang yang
meninggi-ninggikan kewangsaannya. Sifat-sifat yang negatif itulah yang
akan menimbulkan disharmoni dalam kehidupan bermasyarakat. Jadinya
menghilangkan Laraning Jagat hendaknya diaktualisasikan untuk
menghilangkan sumber penderitaan masyarakat baik yang bersifat Niskala
maupun yang bersifat Sekala.
3. Anganyutaken Papa Klesa.
Para Pinandita maupun Pandita dalam mengantarkan Upacara Keagamaan
Hindu selalu mengucapkan Mantram: Om Papa Klesa Winasanam. Mantram ini
hampir tidak pernah dilupakan. Arti Mantram tersebut adalah: Ya Tuhan
semoga Papa Klesa itu terbinasakan.
Hidup yang ”papa”
disebabkan oleh sifat-sifat klesa yang mendominasi diri pribadi
manusia. Mengenai Klesa sebagai lima kekuatan negatif yang dibawa oleh
Unsur Predana sudah diterangkan di bagian depan dari tulisan ini. Lima
klesa (Awidya, Asmita, Raga, Dwesa dan Abhiniwesa) inilah yang harus
diatasi agar jangan hidup ini menjadi papa. Hidup yang papa itu adalah
hidup yang berjalan jauh di luar garis Dharma yang membawa orang
semakin jauh dari Tuhan.
4. Anganyuntaken Letuhing
Bhuwana. Yang dimaksud dengan Bhuwana yang ”Letuh” adalah alam yang
tidak lestari. Letuh artinya kotor lahir batin. Atau dalam istilah
Sarasamuscaya disebut Abhuta Hita artinya alam yang tidak lestari.
Bhuta artinya unsur yang ada. Bhuta itu ada lima sehingga disebut Panca
Maha Bhuta. Lima Bhuta tersebut adalah: pertiwi, apah, bayu, teja dan
akasa. Lima unsur alam itulah yang wajib kita jaga kesejahteraannya.
Jangan
lima unsur Bhuta itu diganggu kelestariannya. Jadinya Upacara Melasti
itu adalah untuk menanam nilai-nilai filosofis tersebut, sehingga
setiap orang termotivasi untuk melakukan tiga langkah tersebut dalam
hidupnya secara sadar dan terencana sebagai wujud bhakti pada Tuhan.
Tentunya
Upacara Melasti akan menjadi mubazir kalau bhakti kita pada Tuhan
tidak diwujudkan untuk membenahi diri dengan menjadikan informasi agama
sebagai kekuatan melakukan transformasi diri menghilangkan Panca
Klesa. Dari diri yang berubah itulah, kita meningkatkan kepedulian kita
pada perbaikan sosial (Sosial Care) yang disebut ”Anganyutaken
laraning jagat”. Selanjutnya Melasti untuk memotivasi umat melakukan
upaya pelestarian alam lingkungan.
No comments:
Post a Comment