MAKNA SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
Jas Merah adalah ungkapan Bung Karno yang pasti tidak akan pernah
lekang oleh waktu. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah, Itulah
kepanjangan ungkapan itu, yang sesungguhnya berdimensi amat luas bila
dikaitkan dengan keberadaan kita sebagai makhluk sosial.
....
Sejarah tidak datang dengan sendirinya. Dia tidak jatuh dari langit
untuk kemudian dibanggakan semata sebagai hak individu atau sekelompok
tertentu saja. Sejarah adalah serangkaian upaya masa lalu, yang
didalamnya ada situasi berkembang dinamis. Yang penuh kecemasan dan juga
rasa bangga dari seluruh pelakunya. Sehingga dia menjadi patut sebagai
sebuah ceritra yang menginspirasi siapapun pada era setelahnya. Sehingga
dia dapat menjadi bagian yang menyatukan, bukan sebaliknya memporak
porandakan.
Karenanya, menuliskan sejarah adalah mengguratkan kerendahan hati untuk
ceritra yang harus dibagi. Tidak saja tentang keperkasaan dan
kemenangan tetapi juga tentang kesetiaan dan kesetiakawanan. Begitupun
dalam memperlakukan sejarah. Dia tidak dapat dimanipulasikan. Apalagi
diceritrakan dengan niat busuk para pendusta. Karena sang waktu pada
akhirnya akan membuka tabir tentang apa yang seharusnya dan sesungguhnya
pernah terjadi.
....
Sejarah tentang Bali adalah sejarah yang tidak semata tentang
penguasaan dan keangkuhan. Tetapi juga ceritra tentang sikap yang saling
memahami. Yaitu sikap yang akhirnya dipilih bersama guna menjadi
'sedhulur' dengan saling membisiki makna Vasudevam Khutumbakam - Kita
semua adalah bersaudara. Itupula sebabnya mengapa akhirnya akultrasi
menjadi begitu cepat dan tanpa tedeng aling-aling.
...
Namun demikian waktu yang terus menggelinding, mengajak juga generasi
untuk ikut berganti. Dan para pendustapun berkesempatan untuk menebar
sihir kebohongan. Karena sejarah kemudian diplintir. Sikap sebagai
sedhulurpun diabaikan. Mengingat yang ada kemudian adalah kalimat yang
semarak dengan hujatan serta ungkapan memilukan para leluhur : "Kau
bukan Aku ... Kita bukan Mereka dan seterusnya". Akhirnya yang kemudian
tersisa adalah sejarah yang gamang. Yang tidak jelas keterkaitannya
dengan kebanggaan apapun bilamana diruntut ke hulu sebagai ikhwal.
Sejarah akhirnya tidak bermanfaat apapun bagi generasi berikutnya,
karena sejarah tidak lagi menjadi ceritra tentang keperkasaan sekaligus
kerendahan hati sebagaimana para pelakunya dulu. Sejarah kini diabaikan
karena dianggap membebani gengsi. Sejarah seolah telah menjadi batu
sandungan bagi karier dan relasi serta kemasan lainnya dalam rangka
kekinian.
Masa kini seolah tidak butuh sejarah. Begitu juga sebaliknya dengan
sejarah, yang juga tidak butuh masa kini. Karena masa kini dipenuhi
dengan kepentingan untuk menguasai segalanya sebagai hak kelompok. Yang
tentu bertolak belakang dengan tujuan para leluhur ketika
mengguratkannya sebagai sesuluh, pelita, bagi sebuah relasi sosial.
....
Jaman kini adalah jaman dengan langkah besar menuju kemunduran cara
menakar hubungan. Kasta dan Soroh menjadi begitu marak. Tidak saja
menggelinding di pojok-pojok keremangan berpikir kaum marginal, tetapi
juga di gemerlap intelektualitas para tokoh.
Lalu, siapa yang mau direndahkan ketika satu Kasta butuh meninggikan dirinya??
Siapa yang mau ditindas untuk mengejawantahkan keperkasaan terhadap yang lain??
Jaman kini, telah membuat sejarahnya yang tidak ada sesuatupun untuk
menjadi pantas ditauladani oleh generasi berikutnya. Karena sejarah masa
kini adalah sikap pragmatisme yang levelnya adalah sekedar untuk
menguasai lahan parkir dan pungutan retribusi guna menopang hidup. Kalau
sekedar itu; kebanggaan apa yang dapat diwariskan?
Tidak ada apapun!!!!
Bahkan satu kebanggaan yang sebelumnya begitu takzim ketika
menyebutnyapun telah pula terjual. Yaitu ketika Geria yang seharusnya
sebutan bagi tempat bersenayam para Sulinggih dan Puri yang seharusnya
sebagai sebutan istana para Raja, kini telah menjadi sebutan bagi
kompleks perumahan.
....
Jadi menjadi wajar dan tidak terlalu angkuh bila warga Pasek akhirnya
ikutan menggali sejarahnya sendiri. Yang lama terserak dan tertahan di
kerendahan hatinya.
Penulis : Ketut Sumarya
Foto : mgpssrklungkung.or.id
No comments:
Post a Comment