411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Monday, December 06, 2010

selamat Hari raya Galungan dan Kuningan

BENANG MERAH YG MENGHUBUNGKAN PERTARUNGAN ADHARMA

MELAWAN ADHARMA. SATYAM EVA JAYATE

DI INDONESIA DIWUJUDKAN DALAM HARIRAYA GALUNGAN DAN KUNINGAN

DI INDIA DIWUJUDKAN DALAM HARI RAYA CRADHA VIJAYA DACAMI DAN DIVAVALI

DI MALAISYA DIWUJUDKAN DALAM HARIRAYA TAIFUSAN.

BENANG MERAH ITU DISYAIRKAN DALAM bg IV-7. 8

YADA YADA HI DHARMASYA GANIR BHAVATI BHARATA

ABYUTTHANAM ADHARMASYA TADATMANAM SRJAMY AHAM

Manakala Dharma akan mengalami kemusnahan dan kebatilan merajalela

Wahai dananjaya aku akan menjelmakan diriku.

PARITRANAYA SADHUNAM WINASAYA CA DUKSKRSTAM

DHARMA-SAMSTHAPANARTHAYA SAMBAVANI YUGE-YUGE

Demi untuk melindungi para sadh, serta untuk memusnahkan orang jahat

Dan demi untuk menegakkan dharma aku menjelma dari masa ke masa

“AWATARA”

Hindu yang selalu memberikan keleluasaan Loka dresta-dan budaya local yang menjadi nandi wahana transportasi untuk mendukung perkembangan Hindu dimanapun Hindu berada itulah salah satu flexibelitas sehingga hindu tetap exist sepanjang masa, karena banyak sudah agama-agama lain yang berkembang dijaman itu dan kini sudah hilang sirna kertaning bumi, namun Hindu akan ada selamanya.

Ada beberapa contoh hariraya yang telah disinkronisasikan dibeberapa Negara yaitu berupa peperangan dharma melawan dharma, yg akhirnya dharma dalam keihklasan yang selalu menjadi pemenangnya, namun dari beberpa kemenangan itu yang diwujudkan dalam Hariraya, walaupun kelihatannya penyajiannya berbeda, namun tetap garis benang merah itu tetap lurus “SATYAM EVA JAYATE” dan dari puncak kemenanganya itu selalu ada distance – jedah selama 10 hari Contohnya :

Di Indonesia terkenal dengan hari raya Galungan sebagai puncak kemenangan kemudian 10 hari berikutnya adalah hari raya Kuningan. Di Bali dikisahkan dengan Maya-Danawa ( symbol Kebatilan ) ditaklukan oleh Indra penegak dharma.

Di India terkenal dengan Sradha Vijaya Dasami sepuluh hari kemudian adalah Divavali Rahwana Symbol kebatilan akhirnya ditaklukan oleh Sri Rama penegak dharma. Sradha = Keyakinan, Wijaya = Kemenangan, Dasa = sepuluh indria

Di Malaisya terkenal dengan Hariraya Taifusan Suradpama (symbol kebatilan) Surappama tidak bakalan gugur kecuali tubuhnya dibelah menjadi dua, hanya seorang Kumara Kartikea lah yang tau rahasia ini, sehingga Suradpama berhasil dibelah tubuhnya menjadi dua bagian yaitu Kanan menjadi burung merak, sedangkan kiri menjadilah ayam Jantan.

Bagian kanan burung merak menjadi wahananya Kartikea, sedangkan kiri mendapat tugas, kapan Ibu pertiwi begitu kotor maka darah ayam jantan inilah yang dipakai untuk Pensudha ( penyuciannya ) namun harus dilakukan melalui peperangan, sehingga jadilah pertempuran ayam ( sabuh rah ) yang dibali sangat dominant dengan “METAJEN”

Mari kita lihat pelaksanaan Galungan dan kuningan yang ada di Bali, yang disymbolkan peperangan dari kerajaan Beda Hulu (berbeda style kepeminpinan) yang di hulu dengan di daerah, Hulu saat itu Invasinya kerajaan majapahit dengan Sri Mayadenawa yang dianggap pembangkang, sehingga terjadilah pertumpahan darah yang luar biasa, Digjayanya Srimayadenawa dengan Indra, kisah ini di kisahkan disekitar Tampak Siring, tirta empul dihubungkan dengan satu buah pancoran yang tidak bisa diminum, karena strateginya Mayadenawa ketika Laskar Indra berperang dan kehausan maka ada sebuah pancoran yang diracuni, musnahlah para prajurit Indra ketika meminum pancoran beracun tersebut, sampai sekarang pancoran itu tidak baik untuk mandi apalagi diminum. Saat itupula Bhatara Indra menusukan kerisnya mengepulah air murni sebagai penawarnya yang disebut dengan Tirta empul, banyak lagi mitos tempat lain yang dihubungkan, termasuk ketika terbunuhnya Sri mayadenawa darahnyapun mengalir menjadi sebuah sungai ( Patanu ) saking dianggap kotor airnya tidak layak untuk industri pertanian disamping memang sungai ini sangat jauh dijurang sehingga subak sangat sulit mengangkat tuk mengairi sawah, ketika ada yang berhasil untuk mengairi sawah, konon saat panen tangkai padi bergetah darah. Itu hanya berdasarkan sebuah mitos yang kebenarannya sampai sekarang tidak terbukti, termasuk Bhatara Indra, apakah Awatara dewa Indra, karena di Bali sampai dengan sekarang seorang raja saking dihormatinya sering disebut Bhatara, namun ada juga yang memberikan pengertian, kemenangan itu akan bisa tercapai kalau diri kita bisa mengendalikan Indria itu sendiri, berarti pengertiannya tidak jauh dari Sradha Vijaya Dasami.

Mari kita tinggalkan mitos Bedahulu dengan Sri-Mayadenawa sebagai rajanya. Kita lihat implementasi Galungan & Kuningan di Bali.

Ketika puncak kemenangan sudah tercapai ( Galungan ) kelihatannya sejauh ini hanya digunakan untuk pemuasan “KAMA” bila kemenangan itu tidak diiringi dengan setrategy selanjutnya, mungkin kemenangan itu tidak akan bertahan lama alias akan kembali Sirna Hilang kertaning bumi, oleh karena itu waktoe doeloe, adalah sangat tepat liburan anak anak sekolah itu dilaksanakan sebanyak 2 minggu, sehingga Hari raya Kuningan itu masih libur.

Hanya saja sharing makna liburan ini kemasyarakat ini tidak dipergunakan dengan Oftimum karena:

  • TRI YANTRA ini tidak dibahas dengan tuntas Tri = 3 sedangkan Yantram saktinya dari Sang Tri Tunggal yaitu Brahma saktinya Saraswaty, Wisnu Saktinya Laksmi Dewi, sedngkan Ciwa saktinya Dewi Parwaty

Nah kesemua sakti ini mengambil 3 hari untuk menghayatinya dalam implementasi yang sering disebutkan dengan

  • “NAWA RATRI” Nawa = 9 hari, Rahina Ratri = hari yang khusus. Yang seharusnya dilakukan sehabis puncak kemenangan itu kita raih diantaranya.
  • Pemaridan Guru = Mohon restu dari sang catur Guru yaitu mulai hari Kamis Jumat sabtu adalah pemaridan guru, Mohon ajaran dari sang catur guru untuk menentukan strategi untuk mempertahankan kemenangan dan kesemuanya ini adalah Saktinya Brahma Yaitu Sang Hyang Aji Saraswaty.
  • Pemacekan Agung ( Minggu, Senin, Selasa ) melanjutkan rencena berikutnya setelah terbentuknya rencana yang pasti – tentukan denga Key Performance Indikator Wisnu dengan saktinya Dewi Laksmi sebagai pemberi kemakmuran, namun kita harus raih dengan perjuangan nyata
  • Penampahan Kuningan ( Rabu, Kamis Jumat) kita Mohon kepada Hyang Ciwa sebagai pemrelina dengan saktinya Parwaty, dalam penelusuran KPI ini semestinya kita sudah bisa selective, mana yang perlu kita kembangan dan yang usang kita harus prelina, hal dilakukan pas hari jumat yang disebut dengan penampahan (prelina sane sampun usang) yang kesokannya kita rayakan pada hari raya kuningan
  • Kunci Mantram yang dipakai untuk membuka evaluasi ini adalah:

Om Jung Ang Sang Bhur Bvah Sah Kartika yanamah

Om Svah, Bvah, Bhur, Sang Ang Jung yanamah. Trisakti sebagai Tri yantra, sedangkan Tripurusa sebagai Ratri

  • Hari Raya kuningan – Kauningan kemantapan hati kita sampaikan ( uningan) waktunyapun tidak baik melewati tajeg surya, dalam Chandogiya upanisad, disitu disebutkan Pagi sekali adalah pemujaan untuk Ciwa, siangan dikit jam 08-10, pemujaan untuk Dewa, sedangkan selanjutnya s/d jam 12.00 adalah pemujaan untuk leluhur, termasuk sang Caturgur tadi, selanjutnya adalah untuk Bhuta yang kecendrungan nya adalah kedigjayaan.
  • Ada beberapa pura yang memang odalannya pada hari raya Kuningan di Bali adalah Pucuk Brahma, adanya di Kebun raya Bedugul, dan Sakyamuni – Sakenan sekarang, di lampung Pura Waylunik, karena memang odalannya pada saat Kuningan.
  • Buda Kliwon Pegat uwakan, dalam jedah ini galungan dan kuningan kita jadikan spirit untuk berusaha, sehingga s/d Buda kliwon Pahang, kita prelina semua attribute hari raya, kalau ada yang memakai aksara suci misalnya di umbul umbul penjor dsbnya seyogyanya diprelina, arengnya kita pakai jejaton, bungkus dengan ketipat sidhakarya, genanhang maring atas pintu masuk/angkul2 ring griyane soang soang sebagai pertanda perlindungan dari sang tiga sakti.
  • Demikianlah sebenarnya memaknai Hariraya galungan dan kuningan ini dengan jedah 10 hari, semoga bermanfaat.

Namaste.


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.