411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!
412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”
412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”
Thursday, December 25, 2014
Belum genap upacara tiga harian acara Atiwa-tiwa I Ketut Minta, warga Pura Ibu Pasek Gelgel harus kehilangan petapakan Ida Bhetara yaitu Pan Ripeh yang berpulang dengan tenang pada hari Jumat tanggal 26 Desember 2015.
Friday, December 19, 2014
I Ketut Minta telah berpulang
Om Tattwatma Naryatma Swadah Ang Ah
Om Swargantu, Moksantu, Sunyantu, Murcantu.
Om Ksama Sampurna ya Namah Swaha...
Om Vayur Anilam Amartam Athedam
Basmantam Sariram,
Om Krato Smare, Klie Smare, Krtam Smara....
Pelaksanaan upacara atiwa-tiwa dilaksanakan pada tanggal 24 Desember 2014
Ditulis oleh
Suastra
at
Friday, December 19, 2014
0
Comment
Friday, November 21, 2014
TUMPEK PANUDUH
Wariga, saniscara kliwon, ngaran tumpek panuduh, puja kreti ring sanghyang sangkara, apan sira amredyaken sarwa tumuwuh, kayu-kayu kunang, widhi widananya, pras tulung sasayut, tumpeng, bubur, mwah tumpeng agung 1, iwak guling bawi, itik wenang, saha raka, panyeneng, tatebus, kalinganya, anguduh ikang sarwa ning taru asekar, awoh, agodong, dadi amreta ning urip. Rikang wwang, sasayut nyakra gni 1, maka pangadang ati, anuwuhaken ajnana sandhi.
~Rahajeng Tumpek Bubuh dumogi presida ngemangguhang sadya rahayu sareng sami~
Ditulis oleh
Suastra
at
Friday, November 21, 2014
0
Comment
Saturday, November 15, 2014
PENYELAMATAN DEWA WISNU KE BUMI
![]() |
Dewa Wisnu, Dewi Laksmi dan Garuda |
Awatara atau Avatar dalam agama Hindu adalah inkarnasi dari Tuhan Yang Maha Esa maupun manifestasinya. Tuhan Yang Maha Esa ataupun manifestasinya turun ke dunia, mengambil suatu bentuk dalam dunia material, guna menyelamatkan dunia dari kehancuran dan kejahatan, menegakkan dharma dan menyelamatkan orang-orang yang melaksanakan Dharma/Kebenaran.
Agama Hindu mengenal adanya Dasa Awatara yang sangat terkenal di antara Awatara-Awatara lainnya. Dasa Awatara adalah sepuluh Awatara yang diyakini sebagai penjelmaan material Dewa Wisnu dalam misi menyelamatkan dunia. Dari sepuluh Awatara, sembilan diantaranya diyakini sudah pernah menyelamatkan dunia, sedangkan satu di antaranya, Awatara terakhir (Kalki Awatara), masih menunggu waktu yang tepat (konon pada akhir Kali Yuga) untuk turun ke dunia. Kisah-kisah Awatara tersebut terangkum dalam sebuah kitab yang disebut Purana.
1. Matsya Avatar
![]() |
Matsya Awatara |
Dalam ajaran agama Hindu, Matsya adalahawatara Wisnu yang berwujud ikan raksasa. Dalam bahasa Sanskerta, kata matsya sendiri berarti ikan. Menurut mitologi Hindu, Matsya muncul pada masa Satyayuga, pada masa pemerintahan Raja Satyabrata (lebih dikenal sebagai Maharaja Waiwaswata Manu), putra Wiwaswan, dewa matahari. Matsya turun ke dunia untuk memberitahu Maharaja Manu mengenai bencana air bah yang akan melanda bumi. Ia memerintahkan Maharaja Manu untuk segera membuat bahtera besar.
Kisah dengan tema serupa juga dapat disimak dalam kisah Nabi Nuh, yang konon membuat bahtera
besar untuk melindungi umatnya dari bencana air bah yang melanda bumi.
Kisah dengan tema yang sama juga ditemukan di beberapa negara, seperti
kisah dari penduduk asli Amerika dan dari Yunani.
Dalam diri manusia "ikan" adalah lambang sebuah benih. Atau sel sperma dan sel telur. Sel seperma tidak akan mengalami pembuahan jika tidak ada sel telur yang bagus. Untuk menampung pertemuan tersebut dalam organ tubuh wanita disebut dengan rahim ( perahu dari raja Manu). Jaman Satya Yuga jika dalam diri manusia adalah ketika masih dalam kandungan hingga berumur 3 tahun.
Pada kehidupan di bumi = ikan merupakan binatang air. Pada awal terbentuknya dunia yang ada adalah kehidupan satwa air. Jaman Ordovisium (500 - 440 juta tahun lalu) Zaman Ordovisium dicirikan oleh munculnya ikan tanpa rahang (hewan bertulang belakang paling tua) dan beberapa hewan bertulang belakang yang muncul pertama kali seperti Tetrakoral, Graptolit, Ekinoid (Landak Laut), Asteroid (Bintang Laut), Krinoid (Lili Laut) dan Bryozona. Koral dan Alaga berkembang membentuk karang, dimana trilobit dan Brakiopoda mencari mangsa. Graptolit dan Trilobit melimpah, sedangkan Ekinodermata dan Brakiopoda mulai menyebar. Meluapnya Samudra dari Zaman Es merupakan bagian peristiwa dari zaman ini. Gondwana dan benua-benua lainnya mulai menutup celah samudera yang berada di antaranya.
Kisah tentang Matsya dapat disimak dalam Matsyapurana dan juga Purana lainnya. Diceritakan bahwa pada saat Raja Satyabrata (yang lebih dikenal sebagai Waiwaswata Manu) mencuci tangan di sungai, seekor ikan kecil menghampiri tangannya dan sang raja tahu bahwa ikan itu meminta perlindungan. Akhirnya ia memelihara ikan tersebut. Ia menyiapkan kolam kecil sebagai tempat tinggal ikan tersebut. Namun lambat laun ikan tersebut bertambah besar, hampir memenuhi seluruh kolam. Akhirnya ia memindahkan ikan tersebut ke kolam yang lebih besar. Kejadian tersebut terus terjadi berulang-ulang sampai akhirnya beliau sadar bahwa ikan yang ia pelihara bukanlah ikan biasa.
Akhirnya melalui upacara, diketahuilah bahwa ikan tersebut merupakan penjelmaan Dewa Wisnu. Dalam versi lain, ikan itu dibawa ke samudera.
Ikan itu sendiri menyampaikan kabar bahwa di bumi akan terjadi bencana
air bah yang sangat hebat selama tujuh hari. Ikan itu berpesan agar
sang raja membuat sebuah bahtera
besar untuk menyelamatkan diri dari banjir besar, dan mengisi bahtera
tersebut dengan berbagai makhluk hidup yang setiap jenisnya berjumlah
sepasang (betina dan jantan), serta membawa obat-obatan, makanan, bibit
segala macam tumbuhan, dan mengajak Saptaresi
(Tujuh Maha Rsi). Ikan tersebut juga menambahkan bahwa setelah banjir
besar tiba, diharapkan agar bahtera tersebut diikat ke tanduk sang ikan
dengan naga Basuki sebagai talinya. Setelah menyampaikan seluruh pesan, ikan ajaib tersebut menghilang.
Menurut Matsyapurana,
seratus tahun kemudian, kekeringan yang hebat melanda bumi. Banyak
makhluk yang mati kelaparan. Kemudian, langit dipenuhi oleh tujuh macam
awan yang mencurahkan hujan lebat tak terhentikan. Dengan cepat, air
yang dicurahkan menutupi daratan di bumi. Oleh karena Waiwaswata Manu sudah membuat bahtera sesuai dengan petunjuk yang disampaikan awatara Wisnu, maka ia beserta pengikutnya selamat dari bencana.
2. Kurma Avatar
2. Kurma Avatar
![]() |
Kurma Awatara |
Kurma adalah awatara (penjelmaan) kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga. Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa.
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura
berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka
membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Gunung Mandara Giri,
yang digunakan untuk mengaduknya. Para Dewa dan para Asura
mengikat gunung tersebut dengan Naga Wasuki (Naga Basuki) dan memutar
gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan
tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu mengambil alih.
Kisah tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran Mandaragiri yang terdapat dalam Kitab Adiparwa. Dikisahkan pada zaman Satyayuga, para Dewa dan asura (rakshasa) bersidang di puncak gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan tirta amerta, yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. Sang Hyang Nārāyana (Wisnu) bersabda, "Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (Kserasagara), sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah."
Setelah mendengar perintah Sang Hyang Nārāyana, berangkatlah para Dewa dan asura
pergi ke laut Ksera. Terdapat sebuah gunung bernama Gunung Mandara
(Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), tingginya sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh Sang Anantabhoga beserta segala isinya. Setelah mendapat izin dari Dewa Samudera, gunung Mandara dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon katanya sebagai penjelmaan Wisnu, menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung Mandara supaya tidak tenggelam.
![]() |
Pemutaran Gunung Mandara Giri |
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra
menduduki puncaknya, suapaya gunung tersebut tidak melambung ke atas.
Setelah siap, para Dewa, rakshasa dan asura mulai memutar gunung
Mandara dengan menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang
ekornya sedangkan para asura dan rakshasa memegang kepalanya. Mereka
berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan tirta amerta sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan bisa
membuat pihak asura dan rakshasa kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil
awan mendung yang kemudian mengguyur para asura dan rakshasa. Lemak
segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat
lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin diperhebat.
Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa kemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebut Nilakantha (Sanskerta: Nila: biru, Kantha: tenggorokan). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul, yaitu:
1. Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur
2. Apsara, Kaum bidadari kahyangan
3. Kostuba, Permata yang paling berharga di dunia
4. Uccaihsrawa, Kuda para Dewa
5. Kalpawreksa, Pohon yang dapat mengabulkan keinginan
6. Kamadhenu, Sapi pertama dan ibu dari segala sapi
7. Airawata, Kendaraan Dewa Indra
8. Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran
Pembagian Tirta Amertha |
Akhirnya keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta. Karena para Dewa sudah banyak mendapat bagian sementara para asura dan rakshasa
tidak mendapat bagian sedikit pun, maka para asura dan rakshasa ingin
agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta amerta berada di
pihak para asura dan rakshasa dan Gunung Mandara dikembalikan ke
tempat asalnya, Sangka Dwipa.
Melihat tirta amerta berada di tangan para asura dan rakshasa, Dewa Wisnu memikirkan siasat bagaimana merebutnya kembali. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita yang sangat cantik, bernama Mohini.
Wanita cantik tersebut menghampiri para asura dan rakshasa. Mereka
sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita jelmaan Wisnu.
Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta amerta
kepada Mohini.
![]() |
Dewi Mohini |
Setelah mendapatkan tirta, wanita
tersebut lari dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu. Melihat
hal itu, para asura dan rakshasa menjadi marah. Kemudian terjadilah perang antara para Dewa
dengan asura dan rakshasa. Pertempuran terjadi sangat lama dan kedua
pihak sama-sama sakti. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa
Wisnu memunculkan senjata cakra yang
mampu menyambar-nyambar para asura dan rakshasa. Kemudian mereka lari
tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta
berada di pihak para Dewa.
![]() |
Raksasa Memakan Bulan |
Para Dewa kemudian terbang ke Wisnuloka,
kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga
hidup abadi. Seorang rakshasa yang merupakan anak Sang Wipracitti
dengan Sang Singhika mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya
menjadi Dewa dan turut serta meminum tirta amerta. Hal tersebut diketahui oleh Dewa Aditya dan Chandra, yang kemudian melaporkannya kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggal leher
sang rakshasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai
tenggorokannya. Badan sang rakshasa mati, namun kepalanya masih hidup
karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang rakshasa marah
kepada Dewa Aditya dan Chandra, dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan. Sehingga terjadilah gerhana bulan dan gerhana matahari.
3. Waraha Avatar
![]() |
Waraha Awatara |
Waraha adalah awatara (penjelmaan) ketiga dari Dewa Wisnu yang berwujud babi hutan. Awatara ini muncul pada masa Satyayuga (zaman kebenaran). Kisah mengenai Waraha Awatara selengkapnya terdapat di dalam kitab Warahapurana dan Purana-Purana lainnya.
Pada zaman Satyayuga (zaman kebenaran), ada seorang raksasa bernama Hiranyaksa, adik raksasa Hiranyakasipu. Keduanya merupakan kaum Detya (raksasa). Hiranyaksa hendak menenggelamkan Pertiwi (planet bumi) ke dalam "lautan kosmik," suatu tempat antah berantah di ruang angkasa.
Melihat dunia akan mengalami kiamat, Wisnu
menjelma menjadi babi hutan yang memiliki dua taring panjang mencuat
dengan tujuan menopang bumi yang dijatuhkan oleh Hiranyaksa. Usaha
penyelamatan yang dilakukan Waraha tidak berlangsung lancar karena
dihadang oleh Hiranyaksa.
Maka terjadilah pertempuran sengit antara raksasa Hiranyaksa melawan Dewa Wisnu. Konon pertarungan ini terjadi ribuan tahun yang lalu dan memakan waktu ribuan tahun pula. Pada akhirnya, Dewa Wisnu yang menang.
![]() |
Pertarungan Waraha dan Hiranyaksa |
Setelah Beliau memenangkan pertarungan, Beliau mengangkat bumi yang bulat seperti bola dengan dua taringnya yang panjang mencuat, dari lautan kosmik, dan meletakkan kembali bumi pada orbitnya. Setelah itu, Dewa Wisnu menikahi Dewi Pertiwi dalam wujud awatara tersebut.
Waraha Awatara dilukiskan sebagai babi hutan yang membawa planet bumi
dengan kedua taringnya dan meletakkannya di atas hidung, di depan
mata. Kadangkala dilukiskan sebagai manusia berkepala babi hutan,
dengan dua taring menyangga bola dunia, bertangan empat, masing-masing
membawa: cakra, terompet dari kulit kerang (sangkakala), teratai, dan gada.
4. Narasinga Avatar
4. Narasinga Avatar

Menurut kitab Purana, pada menjelang akhir zaman Satyayuga (zaman kebenaran), seorang raja asura Hiranyakasipu
membenci segala sesuatu yang berhubungan dengan Wisnu, dan dia tidak
senang apabila di kerajaannya ada orang yang memuja Wisnu. Sebab
bertahun-tahun yang lalu, adiknya yang bernama Hiranyaksa dibunuh oleh Waraha, awatara Wisnu.
Agar menjadi sakti, ia melakukan tapa yang sangat berat, dan hanya memusatkan pikirannya pada Dewa Brahma.
Setelah Brahma berkenan untuk muncul dan menanyakan permohonannya,
Hiranyakasipu meminta agar ia diberi kehidupan abadi, tak akan bisa mati
dan tak akan bisa dibunuh. Namun Dewa Brahma menolak, dan menyuruhnya
untuk meminta permohonan lain. Akhirnya Hiranyakashipu meminta, bahwa
ia tidak akan bisa dibunuh oleh manusia, hewan ataupun dewa,
tidak bisa dibunuh pada saat pagi, siang ataupun malam, tidak bisa
dibunuh di darat, air, api, ataupun udara, tidak bisa dibunuh di dalam
ataupun di luar rumah, dan tidak bisa dibunuh oleh segala macam senjata.
Mendengar permohonan tersebut, Dewa Brahma mengabulkannya.
Sementara ia meninggalkan rumahnya untuk memohon berkah, para dewa yang dipimpin oleh Dewa Indra, menyerbu rumahnya. Narada datang untuk menyelamatkan istri Hiranyakasipu yang tak berdosa, bernama Lilawati. Saat Lilawati meninggalkan rumah, anaknya lahir dan diberi nama Prahlada. Anak itu dididik oleh Narada untuk menjadi anak yang budiman, menyuruhnya menjadi pemuja Wisnu, dan menjauhkan diri dari sifat-sifat keraksasaan ayahnya.
Mengetahui para dewa melindungi istrinya, Hiranyakasipu menjadi sangat marah. Ia semakin membenci Dewa Wisnu, dan anaknya sendiri, Prahlada yang kini menjadi pemuja Wisnu.
Namun, setiap kali ia membunuh putranya, ia selalu tak pernah berhasil
karena dihalangi oleh kekuatan gaib yang merupakan perlindungan dari
Dewa Wisnu. Ia kesal karena selalu gagal oleh kekuatan Dewa Wisnu, namun
ia tidak mampu menyaksikan Dewa Wisnu
yang melindungi Prahlada secara langsung. Ia menantang Prahlada untuk
menunjukkan Dewa Wisnu. Prahlada menjawab, "Ia ada dimana-mana, Ia ada
di sini, dan Ia akan muncul".
![]() |
Narasinga Membunuh Hiranyakasipu |
Mendengar jawaban itu, ayahnya sangat
marah, mengamuk dan menghancurkan pilar rumahnya. Tiba-tiba terdengar
suara yang menggemparkan. Pada saat itulah Dewa Wisnu sebagai Narasinga
muncul dari pilar yang dihancurkan Hiranyakasipu. Narasinga datang
untuk menyelamatkan Prahlada dari amukan ayahnya, sekaligus membunuh Hiranyakasipu.
Namun, atas anugerah dari Brahma, Hiranyakasipu tidak bisa mati
apabila tidak dibunuh pada waktu, tempat dan kondisi yang tepat. Agar
berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku, ia memilih wujud sebagai manusia
berkepala singa untuk membunuh Hiranyakasipu. Ia juga memilih waktu
dan tempat yang tepat. Akhirnya, berkah dari Dewa Brahma tidak berlaku. Narasinga berhasil merobek-robek perut Hiranyakasipu. Akhirnya Hiranyakasipu berhasil dibunuh oleh Narasinga, karena ia dibunuh bukan oleh manusia, binatang, atau dewa.
Ia dibunuh bukan pada saat pagi, siang, atau malam, tapi senja hari.
Ia dibunuh bukan di luar atau di dalam rumah. Ia dibunuh bukan di
darat, air, api, atau udara, tapi di pangkuan Narasinga. Ia dibunuh
bukan dengan senjata, melainkan dengan kuku.
Narasinga memberi contoh bahwa Tuhan itu ada dimana-mana. Rasa bakti
yang tulus dari Prahlada menunjukkan bahwa sikap seseorang bukan
ditentukan dari golongannya, ataupun bukan karena berasal dari keturunan
yang jelek, melainkan dari sifatnya. Meskipun Prahlada seorang
keturunan Asura, namun ia juga seorang penyembah Wisnu yang taat.
Membunuh Hiranyakasipu dengan mengambil wujud sebagai Narasinga
merupakan salah satu cara menghukum yang paling sadis dari Dewa Wisnu.
Di India, Narasinga sangat terkenal. Dalam festival tradisional India,
kisah ini berhubungan dengan perayaan Holi, salah satu perayaan
terpenting di India. Dari sinilah Narasimha menjadi terkenal. Di India
Selatan, Narasinga sering dituangkan ke dalam bentuk seni pahatan dan
lukisan. Narasinga merupakan awatara yang paling terkenal setelah Rama
dan Kresna.
5. Wamana Avatar
![]() |
Wamana Awatara |
Wamana adalah awatara Wisnu yang kelima, turun pada masa Tretayuga, sebagai putra Aditi dan Kasyapa, seorang Brahmana. Ia (Wisnu) turun ke dunia guna menegakkan kebenaran dan memberi pelajaran kepada raja Bali (Mahabali), seorang Asura, cucu dari Prahlada. Raja Bali telah merebut surga dari kekuasaan Dewa Indra, karena itu Wisnu turun tangan dan menjelma ke dunia, memberi hukuman pada Raja Bali.
Wamana awatara dilukiskan sebagai Brahmana dengan raga anak kecil yang
membawa payung. Wamana Awatara merupakan penjelmaan pertama Dewa Wisnu
yang mengambil bentuk manusia lengkap, meskipun berwujud Brahmana mungil. Wamana kadang-kadang dikenal juga dengan sebutan "Upendra."
Kisah Wamana Awatara dimuat dalam kitab Bhagawatapurana. Menurut cerita dalam kitab, Wamana sebagai Brahmana cilik datang ke istana Raja Bali karena pada saat itu Raja Bali mengundang seluruh Brahmana untuk diberikan hadiah. Ia sudah dinasehati oleh Sukracarya agar tidak memberikan hadiah apapun kepada Brahmana yang aneh dan
lain daripada biasanya. Pada waktu pemberian hadiah, seorang Brahmana
kecil muncul di antara Brahmana-Brahmana yang sudah tua-tua. Brahmana
tersebut juga akan diberi hadiah oleh Bali.
![]() |
Wamana Menginjak Kepala Mahabali |
Brahmana kecil itu meminta tanah seluas
tiga jengkal yang diukur dengan langkah kakinya. Raja Bali begitu
takabur dan melupakan nasehat dari Sukracarya. Lalu Raja Bali menyuruh Brahmana kecil itu untuk melangkah.
Pada waktu itu juga, Brahmana
tersebut membesar dan terus membesar. Dengan ukurannya yang sangat
besar, ia mampu melangkah di surga dan bumi sekaligus (Bhur, Bwah,
Swah). Pada langkah yang pertama, ia menginjak surga. Pada langkah yang
kedua, ia menginjak bumi. Pada langkah yang ketiga, karena tidak ada
lahan untuknya berpijak, maka Bali menyerahkan kepalanya. Sejak itu,
tamatlah kekuasaan Bali. Karena terkesan dengan kedermawanan Bali,
Wamana memberinya gelar Mahabali. Ia juga berjanji bahwa kelak Bali
akan menjadi Indra pada Manwantara berikutnya.
6. Parasurama Avatar
![]() |
Parasurama |
Parasurama adalah nama seorang tokoh Ciranjiwin dalam ajaran agama Hindu. Secara harfiah, nama Parashurama bermakna "Rama yang bersenjata kapak". Nama lainnya adalah Bhargawa yang bermakna "keturunan Maharesi Bregu". Ia sendiri dikenal sebagai awatara Wisnu yang keenam dan hidup pada zaman Tretayuga. Pada zaman ini banyak kaum kesatria yang berperang satu sama lain sehingga menyebabkan kekacauan di dunia. Maka, Wisnu sebagai dewa pemelihara alam semesta lahir ke dunia sebagai seorang brahmana berwujud angker, yaitu Rama putra Jamadagni, untuk menumpas para kesatria tersebut.
Parasurama merupakan putra bungsu Jamadagni, seorang resi keturunan Bregu. Itulah sebabnya ia pun terkenal dengan julukan Bhargawa. Sewaktu lahir Jamadagni memberi nama putranya itu Rama.
Setelah dewasa, Rama pun terkenal dengan julukan Parasurama karena
selalu membawa kapak sebagai senjatanya. Selain itu, Parasurama juga
memiliki senjata lain berupa busur panah yang besar luar biasa.
Sewaktu muda Parasuama pernah membunuh
ibunya sendiri, yang bernama Renuka. Hal itu disebabkan karena
kesalahan Renuka dalam melayani kebutuhan Jamadagni sehingga
menyebabkan suaminya itu marah. Jamadagni kemudian memerintahkan
putra-putranya supaya membunuh ibu mereka tersebut. Ia menjanjikan akan
mengabulkan apa pun permintaan mereka. Meskipun demikian, sebagai
seorang anak, putra-putra Jamadagni, kecuali Parasurama, tidak ada yang
bersedia melakukannya. Jamadagni semakin marah dan mengutuk mereka
menjadi batu.
Parasurama sebagai putra termuda dan
paling cerdas ternyata bersedia membunuh ibunya sendiri. Setelah
kematian Renuka, ia pun mengajukan permintaan sesuai janji Jamadagni.
Permintaan tersebut antara lain, Jamadagni harus menghidupkan dan
menerima Renuka kembali, serta mengembalikan keempat kakaknya ke wujud
manusia. Jamadagni pun merasa bangga dan memenuhi semua permintaan
Parasurama.
Pada zaman kehidupan Parasurama, ketenteraman dunia dikacaukan oleh ulah kaum kesatria
yang gemar berperang satu sama lain. Parasurama pun bangkit menumpas
mereka, yang seharusnya berperan sebagai pelindung kaum lemah. Tidak
terhitung banyaknya kesatria, baik itu raja ataupun pangeran, yang tewas
terkena kapak dan panah milik Rama putra Jamadagni.
Konon Parasurama bertekad untuk
menumpas habis seluruh kesatria dari muka bumi. Ia bahkan dikisahkan
telah mengelilingi dunia sampai tiga kali. Setelah merasa cukup,
Parasurama pun mengadakan upacara pengorbanan suci di suatu tempat
bernama Samantapancaka. Kelak pada zaman berikutnya, tempat tersebut
terkenal dengan nama Kurukshetra dan dianggap sebagai tanah suci yang menjadi ajang perang saudara besar-besaran antara keluarga Pandawa dan Korawa.
![]() |
Parasurama |
Penyebab khusus mengapa Parasurama bertekad menumpas habis kaum kesatria adalah karena perbuatan raja Kerajaan Hehaya bernama Kartawirya Arjuna
yang telah merampas sapi milik Jamadagni. Parasurama marah dan
membunuh raja tersebut. Namun pada kesempatan berikutnya, anak-anak
Kartawirya Arjuna membalas dendam dengan cara membunuh Jamadagni.
Kematian Jamadagni inilah yang menambah besar rasa benci Parasurama
kepada seluruh golongan kesatria.
Meskipun jumlah kesatria yang mati
dibunuh Parasurama tidak terhitung banyaknya, namun tetap saja masih
ada yang tersisa hidup. Antara lain dari Wangsa Surya yang berkuasa di Ayodhya, Kerajaan Kosala. Salah seorang keturunan wangsa tersebut adalah Sri Rama putra Dasarata. Pada suatu hari ia berhasil memenangkan sayembara di Kerajaan Mithila untuk memperebutkan Sita putri negeri tersebut. Sayembara yang digelar ialah yaitu membentangkan busur pusaka pemberian Siwa. Dari sekian banyak pelamar hanya Sri Rama yang mampu mengangkat, bahkan mematahkan busur tersebut.

Pada zaman Dwaparayuga Wisnu terlahir kembali sebagai Kresna putra Basudewa. Pada zaman tersebut Parasurama menjadi guru sepupu Kresna yang bernama Karna yang menyamar sebagai anak seorang brahmana.
Setelah mengajarkan berbagai ilmu kesaktian, barulah Parasurama
mengetahui kalau Karna berasal dari kaum kesatria. Ia pun mengutuk Karna
akan lupa terhadap semua ilmu kesaktian yang pernah dipelajarinya pada
saat pertempuran terakhirnya. Kutukan tersebut menjadi kenyataan
ketika Karna berhadapan dengan adiknya sendiri, yang bernama Arjuna, dalam perang di Kurukshetra.
Parasurama diyakini masih hidup pada
zaman sekarang. Konon saat ini ia sedang bertapa mengasingkan diri di
puncak gunung, atau di dalam hutan belantara.
7. Rama Avatar
![]() |
Rama Awatara |
Rama atau Ramacandra adalah seorang raja legendaris yang terkenal dari India yang konon hidup pada zaman Tretayuga, keturunan Dinasti Surya atau Suryawangsa. Ia berasal dari Kerajaan Kosala yang beribukota Ayodhya. Menurut pandangan Hindu, ia merupakan awatara Dewa Wisnu yang ketujuh yang turun ke bumi pada zaman Tretayuga. Sosok dan kisah kepahlawanannya yang terkenal dituturkan dalam sebuah sastra Hindu Kuno yang disebut Ramayana, tersebar dari Asia Selatan sampai Asia Tenggara. Terlahir sebagai putera sulung dari pasangan Raja Dasarata dengan Kosalya, ia dipandang sebagai Maryada Purushottama, yang artinya "Manusia Sempurna". Setelah dewasa, Rama memenangkan sayembara dan beristerikan Dewi Sita, inkarnasi dari Dewi Laksmi. Rama memiliki anak kembar, yaitu Kusa dan Lawa.
Dalam wiracarita Ramayana diceritakan bahwa sebelum Rama lahir, seorang raja raksasa bernama Rahwana telah meneror Triloka (tiga dunia) sehingga membuat para dewa merasa cemas. Atas hal tersebut, Dewi bumi menghadap Brahma agar beliau bersedia menyelamatkan alam beserta isinya. Para dewa juga mengeluh kepada Brahma,
yang telah memberikan anugerah kepada Rahwana sehingga raksasa
tersebut menjadi takabur. Setelah para dewa bersidang, mereka memohon
agar Wisnu bersedia menjelma kembali ke dunia untuk menegakkan dharma
serta menyelamatkan orang-orang saleh. Dewa Wisnu menyatakan bahwa ia
bersedia melakukannya. Ia berjanji akan turun ke dunia sebagai Rama,
putera raja Dasarata dari Ayodhya. Dalam penjelmaannya ke dunia, Wisnu ditemani oleh Naga Sesa yang akan mengambil peran sebagai Laksmana, serta Laksmi yang akan mengambil peran sebagai Sita.
8. Kresna Avatar
![]() |
Krisna Awatara |
Kresna adalah salah satu dewa yang dipuja oleh umat Hindu, berwujud pria berkulit gelap atau biru tua, memakai dhoti kuning dan mahkota yang dihiasi bulu merak. Dalam seni lukis dan arca, umumnya ia digambarkan sedang bermain seruling sambil berdiri dengan kaki yang ditekuk ke samping. Legenda Hindu dalam kitab Purana dan Mahabharata menyatakan bahwa ia adalah putra kedelapan Basudewa dan Dewaki dari kerajaan Surasena, kerajaan mitologis di India Utara. Secara umum, ia dipuja sebagai awatara (inkarnasi) Dewa Wisnu kedelapan di antara sepuluh awatara Wisnu. Dalam beberapa sekte Hindu, misalnya Gaudiya Waisnawa,
ia dianggap sebagai manifestasi dari kebenaran mutlak, atau perwujudan
Tuhan itu sendiri, dan dalam tafsiran kitab-kitab yang mengatasnamakan
Wisnu atau Kresna, misalnya Bhagawatapurana, ia dimuliakan sebagai Kepribadian Tuhan Yang Maha Esa. Dalam Bhagawatapurana, ia digambarkan sebagai sosok penggembala muda yang mahir bermain seruling, sedangkan dalam wiracarita Mahabharata
ia dikenal sebagai sosok pemimpin yang bijaksana, sakti, dan
berwibawa. Selain itu ia dikenal pula sebagai tokoh yang memberikan
ajaran filosofis, dan umat Hindu meyakini Bhagawadgita sebagai kitab yang memuat kotbah Kresna kepada Arjuna tentang ilmu rohani.
9. Gautama Buddha Avatar
![]() |
Budha Awatara |
Budha
adalah perwujudan Awatara Wisnu yang kesembilan dan di antara
perwujudan awatara Wisnu awatara Budha adalah yang sempurna di mana umat
manusia diajarkan tentang dharma dan kebahagiaan yang mutlak.
Di jaman kerajaan Kapilavastu dengan rajanya Suddhodana dan ratunya Mahamaya. Di mana sang ratu kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan yang mereka beri nama Siddhartha, akan tetapi sungguhlah sayang tujuh hari kemudian, sang ratu Mahamaya meninggal dunia.
Seorang Rsi bijaksana/penasehat raja pada saat itu yang bernama Kala Devala memberi tahu sang raja bahwa ketika pangeran Siddhartha beranjak dewasa ia akan melihat hal-hal yang akan membuatnya sedih dan pergi menuju hutan. Mendengar hal itu raja tidak memperbolehkan Siddhartha untuk pergi melewati gerbang istana.
Siddhartha merupakan anak pintar, berbahagia dan juga amat penyayang serta lembut. Pada suatu hari Siddhartha dan sepupunya Devadatta sedang berjalan-jalan. Devadatta tiba-tiba melihat seekor angsa dan memanahnya sehingga angsa tersebut terjatuh. Siddhartha amat terkejut melihat burung yang terluka tersebut, Devadatta bersikeras untuk memiliki burung angsa tersebut karena ia yang memanahnya. Akan tetapi Siddharta mengatakan itu adalah miliknya. Akhirnya mereka pergi ke Rsi Kala Devala sang penasehat raja di mana kemudian Rsi itu mengatakan angsa tersebut menjadi milik orang yang menyelamatkannya bukan orang yang berusaha membunuhnya.
Siddhartha tumbuh dewasa dan menjadi seorang pria muda. Raja Suddhodana menikahkannya dengan seorang putri cantik yang bernama Yashodhara. Raja berharap agar Siddhartha tidak akan pernah meninggalkan istana. Tapi Siddhartha tidak merasa bahagia di dalam istana. Ia memerintahkan pelayannya yang setia Channa untuk menemaninya berjalan-jalan keluar istana. Dalam perjalanannya Siddhartha melihat orang yang sudah tua yang bungkuk dimana Siddhartha tidak pernah melihatnya di dalam istana. Melihat orang yang sedang sakit keras dan melihat orang meninggal. Siddartha menyadari bahwa ayahnya mengungkungnya di dalam istana, untuk melindunginya agar ia tidak melihat hal-hal semacam itu.
Siddartha keluar lagi dan kali ini ia melihat seorang pria dengan kepala gundul. Ia bertanya pada pelayannya dan pelayannya berkata itu adalah seorang bijak yang meninggalkan segalanya serta pergi ke hutan untuk mencari kebahagiaan.
Pada suatu kesempatan Siddharta berpikir untuk meninggalkan Istana dan mencari kebahagiaan. Akhirnya pada suatu malam, ketika istri dan anaknya Rahula sedang tertidur, Siddartha bersama pelayannya yang setia Channa dengan diam-diam pergi meninggalkan istana. Mereka menyeberangi sungai Anoma, disana Siddartha melepaskan jubah kerajaanya dan memberikannya kepada Channa untuk mengembalikannya ke istana. Kemudian Siddartha menggunakan jubah oranye serta memotong rambut panjangnya. Siddartha pergi menemui satu guru ke guru yang lain menanyakan; Apakah Anda tahu jalan untuk mencapai kebahagian?
Tapi tidak ada seorang pun bisa memberitahunya. Akhirnya ia duduk di bawah pohon Bodhi dan berusaha menemukan jawabannya sendiri. Beberapa hari kemudian ia menjadi seorang yang bijak dan orang-orang menyebutnya Gautama Budha. Budha mencintai seluruh binatang dan memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang.
Pada suatu hari Dewa Siwa menguji Sang Budha karena Siwa tahu Awatara ini yang akan membawa umat dunia untuk mencari jalan kebahagian karena mempunyai jiwa kasih sayang terhadap semua makhluk.
Dewa Siwa mengirim binatang buas yaitu gajah liar dan harimau liar nan ganas. Tetapi yang terjadi pada binatang-binatang tersebut setelah melihat cahaya kasih sayang yang dipancarkan oleh Sang Budha binatang-binatang tersebut langsung tunduk hormat dan bersimpuh di bawah kaki Sang Budha. Akhirnya Sang Budha mempunyai pengikut yang sangat banyak dan pengikutnya tinggal di dalam sebuah grup yang di sebut Sangha.
Sang Budha mengajarkan bahwa seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan dengan merasa puas akan apa yang dimilikinya dan menunjukkan kasih sayang pada semua mahluk. Pada akhirnya di sebuah tempat yang bernama Kusinara, Sang Budha berbaring di bawah pohon Sala dan menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Maka sesuai petunjuk dari Sakyamuni yang diperoleh oleh Ida Mpu Kuturan, Sang Budha Gautama akan bereinkarnasi kembali karena di jaman Kali Sang Budha akan berkhotbah kembali sebagai Awatara yang terakhir agar dunia ini bisa tentram dan damai. Dengan alasan tersebut Sang Budha tidak moksha atau kembali ke Nirwana di jaman itu karena Sang Budha akan bereinkarnasi kembali dengan Awataranya yang terakhir yaitu Kalki Awatara.
Di jaman kerajaan Kapilavastu dengan rajanya Suddhodana dan ratunya Mahamaya. Di mana sang ratu kemudian melahirkan seorang bayi laki-laki yang tampan yang mereka beri nama Siddhartha, akan tetapi sungguhlah sayang tujuh hari kemudian, sang ratu Mahamaya meninggal dunia.
Seorang Rsi bijaksana/penasehat raja pada saat itu yang bernama Kala Devala memberi tahu sang raja bahwa ketika pangeran Siddhartha beranjak dewasa ia akan melihat hal-hal yang akan membuatnya sedih dan pergi menuju hutan. Mendengar hal itu raja tidak memperbolehkan Siddhartha untuk pergi melewati gerbang istana.
Siddhartha merupakan anak pintar, berbahagia dan juga amat penyayang serta lembut. Pada suatu hari Siddhartha dan sepupunya Devadatta sedang berjalan-jalan. Devadatta tiba-tiba melihat seekor angsa dan memanahnya sehingga angsa tersebut terjatuh. Siddhartha amat terkejut melihat burung yang terluka tersebut, Devadatta bersikeras untuk memiliki burung angsa tersebut karena ia yang memanahnya. Akan tetapi Siddharta mengatakan itu adalah miliknya. Akhirnya mereka pergi ke Rsi Kala Devala sang penasehat raja di mana kemudian Rsi itu mengatakan angsa tersebut menjadi milik orang yang menyelamatkannya bukan orang yang berusaha membunuhnya.
Siddhartha tumbuh dewasa dan menjadi seorang pria muda. Raja Suddhodana menikahkannya dengan seorang putri cantik yang bernama Yashodhara. Raja berharap agar Siddhartha tidak akan pernah meninggalkan istana. Tapi Siddhartha tidak merasa bahagia di dalam istana. Ia memerintahkan pelayannya yang setia Channa untuk menemaninya berjalan-jalan keluar istana. Dalam perjalanannya Siddhartha melihat orang yang sudah tua yang bungkuk dimana Siddhartha tidak pernah melihatnya di dalam istana. Melihat orang yang sedang sakit keras dan melihat orang meninggal. Siddartha menyadari bahwa ayahnya mengungkungnya di dalam istana, untuk melindunginya agar ia tidak melihat hal-hal semacam itu.
Siddartha keluar lagi dan kali ini ia melihat seorang pria dengan kepala gundul. Ia bertanya pada pelayannya dan pelayannya berkata itu adalah seorang bijak yang meninggalkan segalanya serta pergi ke hutan untuk mencari kebahagiaan.
Pada suatu kesempatan Siddharta berpikir untuk meninggalkan Istana dan mencari kebahagiaan. Akhirnya pada suatu malam, ketika istri dan anaknya Rahula sedang tertidur, Siddartha bersama pelayannya yang setia Channa dengan diam-diam pergi meninggalkan istana. Mereka menyeberangi sungai Anoma, disana Siddartha melepaskan jubah kerajaanya dan memberikannya kepada Channa untuk mengembalikannya ke istana. Kemudian Siddartha menggunakan jubah oranye serta memotong rambut panjangnya. Siddartha pergi menemui satu guru ke guru yang lain menanyakan; Apakah Anda tahu jalan untuk mencapai kebahagian?
Tapi tidak ada seorang pun bisa memberitahunya. Akhirnya ia duduk di bawah pohon Bodhi dan berusaha menemukan jawabannya sendiri. Beberapa hari kemudian ia menjadi seorang yang bijak dan orang-orang menyebutnya Gautama Budha. Budha mencintai seluruh binatang dan memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang.
Pada suatu hari Dewa Siwa menguji Sang Budha karena Siwa tahu Awatara ini yang akan membawa umat dunia untuk mencari jalan kebahagian karena mempunyai jiwa kasih sayang terhadap semua makhluk.
Dewa Siwa mengirim binatang buas yaitu gajah liar dan harimau liar nan ganas. Tetapi yang terjadi pada binatang-binatang tersebut setelah melihat cahaya kasih sayang yang dipancarkan oleh Sang Budha binatang-binatang tersebut langsung tunduk hormat dan bersimpuh di bawah kaki Sang Budha. Akhirnya Sang Budha mempunyai pengikut yang sangat banyak dan pengikutnya tinggal di dalam sebuah grup yang di sebut Sangha.
Sang Budha mengajarkan bahwa seseorang bisa mendapatkan kebahagiaan dengan merasa puas akan apa yang dimilikinya dan menunjukkan kasih sayang pada semua mahluk. Pada akhirnya di sebuah tempat yang bernama Kusinara, Sang Budha berbaring di bawah pohon Sala dan menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Maka sesuai petunjuk dari Sakyamuni yang diperoleh oleh Ida Mpu Kuturan, Sang Budha Gautama akan bereinkarnasi kembali karena di jaman Kali Sang Budha akan berkhotbah kembali sebagai Awatara yang terakhir agar dunia ini bisa tentram dan damai. Dengan alasan tersebut Sang Budha tidak moksha atau kembali ke Nirwana di jaman itu karena Sang Budha akan bereinkarnasi kembali dengan Awataranya yang terakhir yaitu Kalki Awatara.
10. Kalki Avatar
![]() |
Kalki Awatara |
Kalki (juga disalin sebagai Kalkin dan Kalaki) adalah awatara kesepuluh dan awatara (inkarnasi) terakhir Dewa Wisnu Sang pemelihara, yang akan datang pada akhir zaman Kaliyuga (zaman kegelapan dan kehancuran).
Kata Kalki seringkali merupakan suatu kiasan dari “keabadian” atau “masa”. Asal mula nama tersebut diperkirakan berasal dari kata Kalka
yang bermakna “kotor”, “busuk”, atau “jahat” dan oleh karena itu
"Kalki" berarti “Penghancur kejahatan”, “Penghancur kekacauan”,
"Penghancur kegelapan", atau “Sang Pembasmi Kebodohan”. Dalam bahasa Hindi, kalki avatar berarti “inkarnasi hari esok”.
![]() |
Kalki Awatara |
Berbagai tradisi memiliki berbagai
kepercayaan dan pemikiran mengenai kapan, bagaimana, di mana, dan
mengapa Kalki Awatara muncul. Penggambaran yang umum mengenai Kalki
Awatara yaitu beliau adalah Awatara yang mengendarai kuda putih
(beberapa sumber mengatakan nama kudanya “Devadatta” (anugerah
Dewa) dan dilukiskan sebagai kuda bersayap). Kalki memiliki pedang
berkilat yang digunakan untuk memusnahkan kejahatan dan menghancurkan
iblis Kali, kemudian menegakkan kembali Dharma dan memulai zaman yang baru.
Salah satu sumber yang pertama kali menyebutkan istilah Kalki adalah Wisnu Purana, yang diduga muncul setelah masa Kerajaan Gupta sekitar abad ke-7 sebelum Masehi. Wisnu adalah Dewa pemelihara dan pelindung, salah satu bagian Trimurti, dan merupakan penengah yang mempertimbangkan penciptaan dan kehancuran sesuatu. Kalki juga muncul di salah satu dari 18 kitab Purana yang utama, Agni Purana. Kitab purana yang memuat khusus tentang Kalki adalah Kalki Purana. Di sana dibahas kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa Kalki muncul.
Membuka Wawasan Pikiran Kita
Beberapa orang meyakini bahwa filsafat
Dasa Awatara menunjukkan perkembangan kehidupan dan peradaban manusia
di muka bumi. Setiap Awatara merupakan lambang dari setiap perkembangan
zaman yang terjadi. Matsya Awatara merupakan lambang bahwa kehidupan pertama terjadi di air. Kurma Awatara menunjukkan perkembangan selanjutnya, yakni munculnya hewan amphibi. Waraha Awatara melambangkan kehidupan selanjutnya terjadi di darat. Narasimha Awatara melambangkan dimulainya evolusi mamalia. Wamana Awatara melambangkan perkembangan makhluk yang disebut manusia namun belum sempurna. Parashurama Awatara, pertapa bersenjata kapak, melambangkan perkembangan manusia di tingkat yang sempurna. Rama Awatara melambangkan peradaban manusia untuk memulai pemerintahan. Krishna Awatara,
yang mahir dalam enam puluh empat bidang pengetahuan dan kesenian
melambangkan kecakapan manusia di bidang kebudayaan dan memajukan
peradaban. Balarama Awatara, Kakak Kresna yang bersenjata alat pembajak sawah, melambangkan peradaban dalam bidang pertanian. Buddha Awatara, yang mendapatkan pencerahan, melambangkan kemajuan sosial manusia.
Awatara yang turun ke dunia juga
memiliki makna-makna menurut zamannya: masa para Raja meraih kejayaan
dengan pemerintahan Rama Awatara pada masa Treta Yuga, dan keadilan sosial dan Dharma dilindungi oleh Sri Kresna pada masa Dwapara Yuga. Makna dari turunnya para Awatara selama masa Satya Yuga menuju Kali Yuga juga menunjukkan evolusi makhluk hidup dan perkembangan peradaban manusia.
Awatara-awatara dalam daftar di atas merupakan inkarnasi Wisnu, yang mana dalam suatu filsafat merupakan lambang dari takaran dari nilai-nilai kemasyarakatan. Istri Dewa Wisnu bernama Laksmi,
Dewi kemakmuran. Kemakmuran dihasilkan oleh masyarakat, dan diusahakan
agar terus berjalan seimbang. Hal tersebut dilambangkan dengan Dewi
Laksmi yang berada di kaki Dewa Wisnu. Dewi Laksmi sangat setia
terhadapnya.
Filsafat Catur Yuga yang merupakan masa-masa yang menjadi latar belakang turunnya suatu Awatara dideskripsikan sebagai berikut:
- Satya Yuga, dilambangkan dengan seseorang membawa sebuah kendi (kamandalu)
- Treta Yuga, dilambangkan dengan seseorang yang membawa sapi dan sauh
- Dwapara Yuga, dilambangkan dengan seseorang membawa busur panah dan kapak
- Kali Yuga, dilambangkan dengan seseorang yang sangat jelek, telanjang, dan melakukan tindakan yang tidak senonoh.
Jika deskripsi di atas diamati dengan
seksama, maka masing-masing zaman memiliki makna tersendiri yang
mewakili perkembangan peradaban masyarakat manusia. Pada masa pertama,
Satya Yuga, ada peradaban mengenai tembikar, bahasa, ritual (yajña),
dan sebagainya. Pada masa yang kedua, Treta Yuga, manusia memiliki
kebudayaan bertani, bercocok tanam dan beternak. Pada masa yang ketiga,
manusia memiliki peradaban untuk membuat senjata karena bidang
pertanian dan kemakmuran perlu dijaga. Yuga yang terakhir merupakan
puncak dari kekacauan, dan akhir dari peradaban manusia.
Ditulis oleh
Suastra
at
Saturday, November 15, 2014
1 Comment
Wednesday, November 12, 2014
ILALANG bagian I
Sebagai rumput Ilalang dianggap suci yang banyak dipergunakan dalam
Pelaksanaan upacara yaitu sebagai sarana atau alat misalkan saja dalam
upacara:
1. Sirahwista, dalam upacara Pawintenan, alang-alang dipergunakan untuk membuat karawista/ sirawista, ketika sesorang sudah menjalani upacara ngaskara pensucian maka diikatkanlah “SIRAHWISTA” yang akhirnya personel tersebut siap untuk melaksanakan proses selanjutnya.
2. Sirrahwista juga dipergunakan untuk mensakralkan personal dalam kaitan pengukuhan atau sumpah, Misalnya dalam wiwaha pasangan penganten, Sudhiwadhani, Potong gigi, dsbny.
3. Sesirat, pada setiap proses persembahyangan alang-alang juga digunakan untuk ngetisang /menyipratkan tirtha yang disebut dengan sesirat.
4. Sot mingmang- dalam mensakralkan suatu peralatan atau sering disebutkan dengan “PASUPATI”
5. Kusa Prenawa, Dalam Upacara Pitrayadnya dipakai juga pengawak Puspalingga.
6. Akar ilalang + madu Dipakai untuk ngelinggihang aksara suci dalam titik Nazal kita (Ngerajah)
7. Dlm Husada Ilalang dipakai untuk penyejuk, meriang, ketika susah tidur, ambil 11 daun ilalang bejek dengan biu batu metambus, dikasi air secukupnya langsung diminum.
8. Dll.
Dalam filsafat Hindu kehidupan ilalang dipakai contoh, ketika kita kecil Jnana kita sangat tajam seperti tunas ilalang, bisa menembus akar bebatuan, ketika sudah tua daun Ilalang sebagai penyejuk (ATAP RUMAH) maksud dari filsafat ini pergunakanlah waktu seeffective mungkin ketika kecil harus giat belajar, sehingga ketika sudah sepuh maka jadilah “PATIRTANING RAT, PENADAHAN UPADESA”
Artinya penyejuk umat, tempat orang bertanya lantaran digugu & ditiru.
Pelaksanaan upacara yaitu sebagai sarana atau alat misalkan saja dalam
upacara:
1. Sirahwista, dalam upacara Pawintenan, alang-alang dipergunakan untuk membuat karawista/ sirawista, ketika sesorang sudah menjalani upacara ngaskara pensucian maka diikatkanlah “SIRAHWISTA” yang akhirnya personel tersebut siap untuk melaksanakan proses selanjutnya.
2. Sirrahwista juga dipergunakan untuk mensakralkan personal dalam kaitan pengukuhan atau sumpah, Misalnya dalam wiwaha pasangan penganten, Sudhiwadhani, Potong gigi, dsbny.
3. Sesirat, pada setiap proses persembahyangan alang-alang juga digunakan untuk ngetisang /menyipratkan tirtha yang disebut dengan sesirat.
4. Sot mingmang- dalam mensakralkan suatu peralatan atau sering disebutkan dengan “PASUPATI”
5. Kusa Prenawa, Dalam Upacara Pitrayadnya dipakai juga pengawak Puspalingga.
6. Akar ilalang + madu Dipakai untuk ngelinggihang aksara suci dalam titik Nazal kita (Ngerajah)
7. Dlm Husada Ilalang dipakai untuk penyejuk, meriang, ketika susah tidur, ambil 11 daun ilalang bejek dengan biu batu metambus, dikasi air secukupnya langsung diminum.
8. Dll.
Dalam filsafat Hindu kehidupan ilalang dipakai contoh, ketika kita kecil Jnana kita sangat tajam seperti tunas ilalang, bisa menembus akar bebatuan, ketika sudah tua daun Ilalang sebagai penyejuk (ATAP RUMAH) maksud dari filsafat ini pergunakanlah waktu seeffective mungkin ketika kecil harus giat belajar, sehingga ketika sudah sepuh maka jadilah “PATIRTANING RAT, PENADAHAN UPADESA”
Artinya penyejuk umat, tempat orang bertanya lantaran digugu & ditiru.
Ditulis oleh
Suastra
at
Wednesday, November 12, 2014
0
Comment
SEGEHAN
Di dalam Kitab Sundarigama
dijelaskan, pancawara kliwon merupakan hari beryoganya sang hyang siwa
dengan menghaturkan wangi wangian (canang sari) di sanggah/pelinggih
dan di tempat tidur (pelangkiran) untuk segehan di halaman sanggah,
halaman rumah, pintu gerbang, menghaturkan segehan kepel (nasi putih yg
dikepal)dijadikan 1 tanding , di halaman sanggah ditujukan pada sang
bhuta bucari, pekarangan rumah untuk kala bucari, di gerbang untuk
dhurga bucari. Nah apabilah kajeng (triwara) bertemu kliwon(pancawara)
maka upakaranya sama dengan pancawara kliwon, namun di pintu gerbang
ditambah segehan lima warna sebanyak 5 tanding yaitu nasi berwarna
putih, merah, kuning, hitam, dan campuran ke4 warna (berunbun)
dihaturkan di pintu gerbang disertai tetabuhan (dituangi) tuak arak
berem, seraya memanggil bhuta bucari, kala bucari, dan durga bucari. Di
kanan kiri pintu gerbang menghaturkan canang wangi2 yg dihaturkan pada
dhurga dewi. Diharapkan dengan menghaturkan itu penghuni rumah bisa
hidup harmonis, dan sang tiga bucari tidak mengganggu. Kirang langkung
nunas ampura.
Ditulis oleh
Suastra
at
Wednesday, November 12, 2014
0
Comment
Thursday, October 09, 2014
Ni Wayan Lumur telah berpulang
Tidak berselang beberapa hari
keturunan Ki Djelantik yaitu Ni Wayan Lumur, yang merupakan warga Pura Ibu
Pasek Gelgel Sawangan, telah mengakhiri swadharmanya di mercapada
menuju sunya loka pada hari Kamis tanggal 4 oktober 2014.
Walaupun beliau tidak mempunyai keturunan di keluarganya, sebagai
wujud bhakti kepada orang tua, keluarga besar I Wayan Koran melakukan upacara atiwa-tiwa yang dilaksanakan pada
hari Minggu tanggal 12 Oktober 2014, dengan mengambil tingkatan sawa
prakerti dengan rangkaian sebagai berikut :
- Proses suka duka yang dilakukan oleh tempekan pada pagi harinya yaitu membuat liang untuk penguburan.
-
Selesai membuat liang, ketika sampai di rumah duka, dilakukan upacara
mapag di lebuh untuk memohon agar segala bentuk kekuatan negatif bisa
terhindarkan.
- Nyramin layon yang dilakukan oleh warga tempekan dengan segala bentuk eteh-eteh dan dudonan pebersihan layon.
- Upacara ngetarpana saji yang akan dipuput oleh Ida Pedanda Anom Griya Santrian Sanur.
-
Nyuntik kajang/Ngajum Kajang Kawitan dan Kajang Surya yang akan di
tangani oleh Ida Bagus Raka dan Ida Bagus Agung dari Geriya Timbul
Sanur.
- Upacara ngaben dipuput oleh Ida Pedanda Anom griya Santrian Sanur.
Demikianlah ringkasan dari pelaksanaan upacara atiwa-tiwa yang dilakukan oleh perthi Sentana Ni Wayan Lumur.
Semoga
apa yang menjadi amal bhakti selam hidupnya bisa menjadi tabungan
kebajikan untuk kembali lahir sebagai manusia yang sempurna.
Om Tattwatma Naryatma Swadah Ang Ah
Om Swargantu, Moksantu, Sunyantu, Murcantu.
Om Ksama Sampurna ya Namah Swaha...
Om Vayur Anilam Amartam Athedam
Basmantam Sariram,
Om Krato Smare, Klie Smare, Krtam Smara....
Om Ksama sampurna ya namah,
Om Santih, Santih, Santih, Om
Ditulis oleh
Suastra
at
Thursday, October 09, 2014
0
Comment
I Nyoman Kiteh Berpulang menuju alam nirwana
Om Tattwatma Naryatma Swadah Ang Ah
Om Swargantu, Moksantu, Sunyantu, Murcantu.
Om Ksama Sampurna ya Namah Swaha...
Om Vayur Anilam Amartam Athedam
Basmantam Sariram,
Om Krato Smare, Klie Smare, Krtam Smara....
Adalah keturunan Ki Bongol yaitu I Nyoman Kiteh, yang merupakan warga Pura Ibu Pasek Gelgel Sawangan, telah mengakhiri swadharmanya di mercapada menuju sunya loka pada hari Kamis tanggal 2 oktober 2014.
Sebagai wujud bhakti kepada orang tua, upacara atiwa-tiwa dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 12 Oktober 2014, dengan mengambil tingkatan sawa prakerti dengan rangkaian sebagai berikut :
- Proses suka duka yang dilakukan oleh tempekan pada pagi harinya yaitu membuat liang untuk penguburan.
- Selesai membuat liang, ketika sampai di rumah duka, dilakukan upacara mapag di lebuh untuk memohon agar segala bentuk kekuatan negatif bisa terhindarkan.
- Nyramin layon yang dilakukan oleh warga tempekan dengan segala bentuk eteh-eteh dan dudonan pebersihan layon.
- Upacara ngetarpana saji yang akan dipuput oleh Ida Pedanda Oka Griya Timbul Sanur.
- Nyuntik kajang/Ngajum Kajang Kawitan dan Kajang Surya yang akan di tangani oleh Ida Bagus Raka dan Ida Bagus Agung dari Geriya Timbul Sanur.
- Upacara ngaben dipuput oleh Ida Pedanda Anom griya Santrian Sanur.
Demikianlah ringkasan dari pelaksanaan upacara atiwa-tiwa yang dilakukan oleh perthi Sentana I Nyoman Kiteh.
Semoga apa yang menjadi amal bhakti selam hidupnya bisa menjadi tabungan kebajikan untuk kembali lahir sebagai manusia yang sempurna.
Om Ksama sampurna ya namah,
Om Santih, Santih, Santih, Om
Ditulis oleh
Suastra
at
Thursday, October 09, 2014
0
Comment
Thursday, September 04, 2014
I MADE ARTA (PAN SENAM)
Satu lagi warga Pura Ibu Pasek Gelgel Sawangan yaitu I Made Arta telah berpulang pada hari Kamis Umanis, tanggal 4 September 2014 karena penyakit stroke yang ia idap sekian lama. Disaat Keponakannya I Komang Alit anaknya Bapak Wayan Astika melaksanakan Upacara Pernikahan beliau berpulang sehingga mayatnya dititip sementara di Rumah Sakit Sanglah.
Om Tattwatma Naryatma Swadah Ang Ah
Om Swargantu, Moksantu, Sunyantu, Murcantu.
Om Ksama Sampurna ya Namah Swaha...
Om Vayur Anilam Amartam Athedam
Basmantam Sariram,
Om Krato Smare, Klie Smare, Krtam Smara....
Ditulis oleh
Suastra
at
Thursday, September 04, 2014
0
Comment
Thursday, June 19, 2014
Konflik Timur Tengah Berawal Dari Jaman Mahabharata?
Om Swastiastu “Om namo narayanaya”
Dalam
kitab suci Yahudi, yaitu Taurat atau sering juga disebut Torah terdapat
ayat yang menjelaskan adanya perjanjian antara Tuhan dengan tiga
patriark Yahudi mengenai suatu daerah suci yang dijanjikan untuk kaum
Yahudi. Tanah suci yang dijanjikan Tuhan tersebut selanjutnya dikenal
sebagai Eretz Yisrael (tanah Israel), Zion, atau Judea. Setelah itu
diperkirakan pada abad ke-11 SM sudah berdiri beberapa kerajaan bangsa
Yahudi di tanah suci yang dijanjikan tersebut. Hanya saja setelah
kegagalan dalam perang Bar Kokhba melawan Kekaisaran Romawi pada tahun
132 Masehi, kerajaan-kerajaan Yahudi ini mengalami kehancuran.
Sampai abad ke-7 terjadi peperangan dan penguasaan silih berganti atas
wilayah tersebut. Secara berurutan wilayah tersebut sempat dikuasai oleh
pemerintahan Asiria, Babilonia, Persia, Yunani, Romawi, Sassania dan
Bizantium. Pada masa pemerintahan Bizantium, Kaisar Heraklius
memerintahkan pembantaian besar-besaran atas orang-orang Yahudi sehingga
menyebabkan mobilitas pengungsian besar-besaran orang Yahudi
meninggalkan tanah kelahirannya. Pada tahun 636 Masehi pemerintahan
Bizantium berhasil ditaklukkan oleh para tentara muslim. Mereka berhasil
menguasai daerah itu selama hampir sekitar 6 abad dibawah kontrol
Umayyah dan Abbasiyah sebelum akhirnya jatuh lagi ke tangan Tentara
Salib di bawah Kesulatanan Mameluk pada tahun 1260. Pada tahun 1516,
Tanah Israel ini kembali jatuh dan menjadi bagian dari Kesultanan
Utsmaniyah yang memerintah wilayah tersebut sampai awal abad ke-20.
Orang-orang keturunan Yahudi yang telah
berdiaspora di berbagai belahan dunia masih menyimpan cita-cita yang
kuat untuk dapat kembali ke tanah yang dijanjikan sebagaimana yang
tertulisan dalam kitab suci agama mereka. Uniknya, harapan dan kerinduan
untuk kembali ke tanah Zion yang dijanjikan itu juga tertulis dalam
Alkitab, kitab suci Kristiani. Akibat adanya penindasan orang-orang
Yahudi oleh katolik pada abad ke-12 mendorong perpindahan orang-orang
Yahudi Eropa kembali ke tanah suci yang dijanjikan. Sehingga secara
bertahap jumlah mereka di tanah leluhurnya tersebut semakin meningkat.
Sampai pada abad ke-16, komunitas-komunitas besar Yahudi kebanyakan
berpusat pada Empat Kota Suci Yahudi, yaitu Yerusalem, Hebron, Tiberias,
dan Safed. Pada pertengahan kedua abad ke-18, keseluruhan komunitas
Hasidut yang berasal dari Eropa Timur telah berpindah ke Tanah Suci.
Periode imigrasi besar-besaran mulai terjadi lagi pada 1881 yakni pada
saat orang-orang Yahudi melarikan diri dari pogrom di Eropa Timur dan
dikenal dengan sebutan Aliyah pertama.
Theodor Herzl adalah orang Yahudi
pertama yang mendirikan gerakan Zionisme yang mendorong terbentuknya
Negara Yahudi dari sisi politik. Pada tahun 1896, Herzl menerbitkan buku
Der Judenstaat (Negara Yahudi). Ia memaparkan visinya tentang negara
masa depan Yahudi. Dan pada tahun berikutnya ia kemudian mengetuai
Kongres Zionis Dunia pertama.
Kesuksesan gerakan politik Zionisme ini
mendorong terjadinya migrasi besar-besaran selanjutnya ke wilayah tanah
penjanjian yang saat itu sudah diduduki oleh pemerintahan
Arab-Palestina. Dan berkat politik balas budi pemerintahan Britania
Raya/Inggris terhadap jasa Dr. Chaim Weizmann, kimiawan Yahudi yang
bekerja untuk Inggris yang berhasil mensintesiskan aseton melalui
fermentasi yang sangat penting dalam teknologi persenjataan membuat
Inggris melalui mentri luar negerinya, Arthur James Balfour mengeluarkan
pernyataan yang dikenal sebagai Deklarasi Balfour, yaitu deklarasi yang
mendukung pendirian negara Yahudi di tanah Palestina. Legiun Yahudi,
sekelompok batalion yang terdiri dari sukarelawan-sukarelawan Zionis,
kemudian membantu Britania menaklukkan Palestina. Oposisi Arab terhadap
rencana ini berujung pada Kerusuhan Palestina 1920 dan pembentukan
organisasi Yahudi yang dikenal sebagai Haganah (dalam Bahasa Ibrani yang
artinya “Pertahanan”). Setelah itu dan didorong oleh adanya gerakan
Nazi mendorong terjadinya kembali imigrasi besar-besaran Yahudi ke
daerah Palestina tersebut sehingga otomatis populasi Yahudi yang awalnya
hanya 11% meningkat menjadi 33%.
Melalui Resolusi Majelis Umum PBB nomor
18 pada 29 November 1947 menetapkan daerah Palestina dibagi menjadi 2
bagian, yaitu sebagian untuk orang-orang Yahudi dan sebagian lagi
menjadi bagian dari Negara Arab. Sedangkan kota Yerusalem yang merupakan
kota suci yang diyakini oleh ketiga agama serumpun dijadikan daerah
Internasional. Komunitas Yahudi menerima rencana tersebut, tetapi Liga
Arab dan Komite Tinggi Arab menolaknya atas alasan kaum Yahudi mendapat
55% dari seluruh wilayah tanah meskipun hanya merupakan 30% dari seluruh
penduduk di daerah itu. Pada tanggal 1 Desember 1947, Komite Tinggi
Arab mendeklarasikan pemogokan selama 3 hari, dan kelompok-kelompok Arab
mulai menyerang target-target Yahudi. Perang saudara dimulai ketika
kaum Yahudi yang mula-mulanya bersifat defensif perlahan-lahan menjadi
ofensif. Ekonomi warga Arab-Palestina runtuh dan sekitar 250.000 warga
Arab-Palestina diusir ataupun melarikan diri.
Pada tanggal 14 Mei 1948, sehari
sebelum akhir Mandat Britania, Agensi Yahudi memproklamasikan
kemerdekaan dan menamakan negara yang didirikan tersebut sebagai
“Israel”. Sehari kemudian, gabungan lima negara Arab – Mesir, Suriah,
Yordania, Lebanon dan Irak –menyerang Israel, menimbulkan Perang
Arab-Israel 1948. Maroko, Sudan, Yemen dan Arab Saudi juga membantu
mengirimkan pasukan. Setelah satu tahun pertempuran, genjatan senjata
dideklarasikan dan batas wilayah sementara yang dikenal sebagai Garis
Hijau ditentukan. Yordania kemudian menganeksasi wilayah yang dikenal
sebagai Tepi Barat dan Yerusalem Timur, sedangkan Mesir mengontrol Jalur
Gaza. Selama konflik ini, diperkirakan sekitar 711.000 orang Arab
Palestina (80% populasi Arab) mengungsi keluar Palestina.
Pada masa-masa awal kemerdekannya,
gerakan Zionisme buruh yang dipimpin oleh Perdana Menteri David
Ben-Gurion mendominasi politik Israel. Tahun-tahun ini ditandai dengan
imigrasi masal para korban yang selamat dari Holocaust dan orang-orang
Yahudi yang diusir dari tanah Arab menyebabkan populasi Israel meningkat
dari 800.000 menjadi 2.000.000 dalam jangka waktu sepuluh tahun antara
1948 sampai dengan 1958.
Mulai sekitar tahun 1950-an, Israel
terus menerus diserang oleh militan Palestina yang kebanyakan berasal
dari Jalur Gaza yang diduduki oleh Mesir. Meski berbagai macam
perjanjian dan mediasi damai sudah dilakukan, namun peperangan ini masih
tetap berlanjut sampai saat ini dan telah merenggut ribuan korban jiwa
dari kedua belah pihak. Terdapat motif-motif politis, kekuasaan dan
keagamaan yang saling bercampur aduk dalam konflik ini yang
menyebabkannya bagaikan benang kusut yang sangat susah diurai.
Kitab taurat mengklaim orang-orang
Yahudi berhak atas tanah yang dijanjikan tersebut. Mereka juga mengklaim
bahwa mereka adalah “anak emas” Tuhan di bumi ini. Umat Kristiani
menganggap bahwa hanya melalui Yesus satu-satunya jalan keselamatan dan
Yesus datang untuk menggenapi Taurat sehingga otomatis orang Kristiani
mengklaim dirinya lebih benar dari orang Yahudi. Demikian juga Al-Qur’an
menyatakan bahwa Islam adalah penyempurna agama-agama sebelumnya. Islam
menyempurnakan agama Yahudi dan juga Kristen sehingga mereka mengklaim
Islam adalah agama yang paling di ridhoi Allah. Dengan sikap egoisme
beragama ini dan didorong oleh perebutan daerah yang sama-sama mereka
klaim sebagai daerah suci mereka memperkeruh suasana yang juga tidak
lepas dari kepentingan politik dan kekuasaan di Timur Tengah.
Kebanyakan penganut Islam, Kristen
maupun Yahudi meyakini bahwa konflik yang terjadi di Timur Tengah adalah
konflik yang tidak akan pernah ada habisnya sampai akhir jaman nanti.
Mereka yakin jika sampai terjadi perdamaian antara pihak-pihak yang
bertikai, maka itu artinya dunia ini sudah mendekati hari kiamat. Sebuah
keyakinan unik dan menyedihkan, tetapi sudah sangat mendarah daging.
Konflik yang tidak berujung di daerah
Timur Tengah ini ternyata memiliki korelasi yang erat dengan apa yang
disampaikan dalam kitab suci Itihasa dalam Veda, yaitu dalam kitab
Mahabharata. Pada bagian Sauptika Parva yang merupakan kitab ke-10 dari
18 bagian Mahabharata (Asta Dasa Parva) menceritakan tiga kesatria dari
pihak Korawa yang melakukan serangan membabi buta pada malam harinya
saat para tentara pihak Pandawa tertidur pulas. Mereka adalah Aswatama,
Kripacharya dan Kritawarma. Mereka membantai kelima orang putra pandawa
(pancawala, anak pancali/drupadi dengan pandawa), membunuh seluruh
pasukan Panchala, Drestadyumna dan juga Srikandi di dalam kemahnya.
Padahal pada saat itu peperangan dapat dikatakan sudah usai karena putra
mahkota korawa, Duryodana telah tewas di tangan Bhima. Namun setelah
kejadian itu Aswatama menyadari perbuatannya yang sangat jauh menyimpang
dari Dharma dan memaksanya pergi ke tengah hutan dan mencoba berlindung
di pertapaan Rsi Vyasa.
Drupadi yang sangat sedih dengan
kejadian tersebut duduk bersimpuh di depan kelima putra-putranya
tersebut dan berjanji tidak akan pergi sampai mayat Aswatama dibawa
dibawa ke hadapannya. Sri Krishna yang maha mengetahui menjelaskan
kepada Drupadi bahwa Aswatama telah mendapatkan anugrah berupa kehidupan
yang kekal sampai akhir jaman dan tidak mungkin dibunuh sebelum
waktunya tiba. Sehingga satu-satunya yang dapat dilakukan hanyalah
menghukum Aswatama, bukan membunuhnya.
Pandawa yang marah dengan perbuatan
bejat Aswatama tersebut dengan ditemani oleh Sri Krishna berusaha
mengejarnya. Di depan pertapaan Rsi Vyasa, Arjuna terlibat pertarungan
dengan Aswatama. Aswatama mengeluarkan senjata Brahmastra yang memiliki
kesaktian luar biasa dan dengan daya ledak sangat tinggi yang mungkin
saat ini hanya bisa ditandingi oleh senjata nuklir. Melihat kejadian
tersebut Arjuna juga mengeluarkan senjata yang sama. Rsi Vyasa
mengetahui kehebatan dari senjata tersebut, dia takut jika kedua senjata
tersebut beradu akan mengakibatkan malapetaka hebat di atas bumi ini.
Karena itulah ia menyuruh kedua kesatria tersebut menarik kembali
senjata Brahmastranya masing-masing. Arjuna mampu menarik kembali
senjata tersebut, tetapi Aswatama tidak memiliki kemampu menariknya dan
memaksa Rsi Vyasa memerintahkan Aswatama yang haus darah untuk
mengarahkan senjatanya tersebut ke dirinya sendiri. Dengan rasa dendam,
Aswatama mengatakan bahwa meskipun dia tidak mampu membunuh para
Pandawa, tetapi setidaknya dia akan memusnahkan keturunan para Pandawa.
Dan setelah itu dia mengarahkan senjata Brahmastra tersebut menuju rahim
Dewi Utari/Utara, menantu Arjuna dari anaknya Abimayu yang sedang
mengandung satu-satunya keturunan terakhir Pandawa.
Senjata itu berhasil membakar janin
Utari. Sri Krishna yang mengetahui kelakuan bejat Aswatama tersebut
langsung berteriak pada Aswatama. Sri Krishna mengingatkan bahwa
Aswatama yang bertabiat buruk dan berperilaku ceroboh tidak akan
berhasil memutus keturunan Pandawa. Sri Krishna yang merupakan Tuhan
Yang Maha Esa sendiri akan menghidupkan janin yang telah terbakar oleh
senjata Brahmastra tersebut. Aswatama dikutuk untuk tetap mengembara dan
merana dalam kepedihan, tanpa rasa cinta, kekerasan yang tiada habisnya
sebagai akibat dari kejahatannya sampai akhir Kali Yuga ke daerah Barat
dimana di daerah tersebut terdapat banyak kuda. Sri Krishna juga
memerintahkan permata berharga yang bersinar terang di kening Aswatama
yang membuatnya tidak memiliki rasa takut terhadap segala jenis senjata,
penyakit, para dewa, asura dan juga manusia dilepaskan dan digantikan
dengan sebuah luka yang akan membuat Aswatama menjadi sangat menderita.
Dengan kesadaran sendiri akhirnya Aswatama mencongkel permata berharga
tersebut, menyerahkannya seraya memohon kepada Sri Krishna agar mencabut
kutukan tersebut. Sri Krishna kembali menjelaskan bahwa hal tersebut
bukanlah kutukan, tetapi akibat dari penyalahgunaan kesaktian, perbuatan
jahat, bejat dan kecerobohan dari Aswatama sendiri. Aswatamapun
akhirnya harus mengembara ke Barat, yaitu ke daerah Timur Tengah guna
menjalani hukumannya.
Beberapa kalangan memperkirakan bahwa
Aswatama yang merupakan seorang Kesatria Brahmana yang kehilangan
kebrahmanaannya akibat kutukan tersebut mendapat panggilan baru sebagai
seorang yang bukan Brahmana. Dalam bahasa Sansekerta kata bukan atau
tidak disebut sebagai “A” sehingga otomatis panggilannya menjadi
“Abrahmana”. Apakah kata “Abrahmana” ini akhirnya mengalami perubahan
ejaan menjadi “Abraham” yang merupakan asal muasal ketiga agama rumpun
Semitik? Apakah itu artinya ada kaitan yang sangat erat antara kutukan
Tuhan Yang Maha Esa Sri Krishna dengan kekerasan, kepedihan dan
penderitaan berkepanjangan yang terjadi di daerah Timur Tangah? Bukankah
sebagian penganut agama Abrahamik juga meyakini bahwa kekerasan yang
berlangsung di sana hanya akan berakhir pada akhir jaman?
Om santi, santi, santi Om
Ditulis oleh
Suastra
at
Thursday, June 19, 2014
0
Comment
Subscribe to:
Posts (Atom)
"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."
OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.