411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Monday, November 13, 2017

SEJARAH DESA JIMBARAN


BALI INFO
(dikutip dari berbagai sumber // forum oleh manik dewata )
Foto: Area purbakala peninggalan Sri batu Putih (Dalem Putih Jimbaran) di Pura Sarin Bawana, terletak di Jalan Karang Mas, Dusun Lalang Jajang, Bukit, Jimbaran, Kuta Selatan, Badung
Penyebaran penduduk Badung Selatan, khususnya Jimbaran, dimulai sejak zaman Pemerintahan Batahanar sekitar tahun 1325 Masehi. Rajanya bernama Sri Astasura Ratna Bumi Banten. Mahapatih kerajaan itu dikenal luas bernama Kebo Iwa. Bukti sejarah ini tergurat dalam Prasasti Dalem Putih Jimbaran, Purana Pura Luhur Pucak Kembar, Piagem Dukuh Gamongan, dan Prasasti Pura Maospahit.
Sri Astasura Ratna Bumi Banten mengandung arti raja yang membawahi delapan wilayah pemerintahan di Bali. Wilayahnya ini setingkat kabupaten, yaitu Jimbaran, Badung, Mengwi, Tabanan, Buleleng, Bangli, Karangasem, dan Klungkung
JIMBARAN berasal dari kata ‘jimbarwana’. Artinya, hutan luas. Wilayahnya meliputi bukit selatan Pulau Bali.
Zaman dulu di Jimbaran dikisahkan ada seorang pertapa bernama Sri Batu Putih. Pertapa ini bergelar Dalem Putih Jimbaran. Sri Batu Putih merupakan kakak kandung Sri Batu Ireng. Gelarnya Astasura Ratna Bumi Banten saat dinobatkan menjadi raja. Dalam babad, Sri Batu Putih dikenal dengan nama Dalem Bedaulu atau Dalem Selem.
Dalem Selem sebenarnya bersaudara kembar dengan Dalem Putih. Namun, kehidupan saudara kembar ini dipisah setelah lahir. Singkat kata, mereka berdua pun otomatis tak saling kenal rupa ketika dewasa. Saat Dalem Selem menjadi raja, dirinya baru sadar memunyai seorang kakak kandung. Saudara kembarnya ini berdiam konon di wilayah Jimbaran. Rindu bertemu kakaknya tak terbendung. Dalem Selem coba menelusuri jejak kediaman sang kakak. Karena tidak tahu rupa, dalam proses pertemuan, terjadi kesalahpahaman. Saudara kembar ini bersitegang. Ujungnya keduanya berkelahi sengit. Perkelahian dimulai dari Pura Sarin Bwana. Tempat ini bekas pertapaan Dalem Putih menuju Batu Maguwung, Sekang, Muaya, Kali, Tambak, Unggan-Unggan, Gaing-Gaingan daerah Pura Gaing Mas, dan Pura Ulun Swi yang jarak tempuhnya sekitar lima kilometer.
Awalnya terjadi perang Dalem Putih dan Dalem Selem. Rakyat Jimbaran sempat ikut membantu Dalem Putih. Perkelahian sengit tersebut tak kunjung berakhir. Gerak perkelahian ini bahkan sampai ke wilayah Gaing-Gaingan (Pura Gaing Mas). Di sinilah dalem Putih dan Dalem Selem kelelahan. Tenaga kedua saudara kembar ini terkuras dan jatuh terduduk lemas di tanah.
“Hai kamu raksasa, siapa kamu, dari mana, sakti tak tertandingi, tak bisa dikalahkan. Apa maksud kamu datang ke sini, kasih tahu aku,” tanya Sri Batu Putih. Dalem Selem menjawab, “Om, om, om, sang mahasakti. Aku bergelar Sri Batu Ireng dari Badhahulu, datang kemari hendak bertemu kakak ku bernama Sri Batu Putih.” “Om, om, om, adik ku. Aku Sri Batu Putih,” jelas Sri Batu Putih.
Seketika itu, kedua kakak beradik ini kaget, seraya kontan berpelukan dan bergulingan di tanah. Rasa bahagia itu disambut seluruh pasukan dan rakyat hingga depan Pasar Jimbaran.
Sri Batu Putih dan Dalem Selem lalu sepakat kelak di tempat mereka berduel dibangun sebuah pura bernama Ulun Swi, apan pahulunan maswi lawan wang sanak. Ini tonggak pertemuan bersejarah dua saudara kandung.
Kini bekas lokasi perang tersebut berdiri pura sekaligus menjadi nama dusun di Jimbaran. Arca purbakala peninggalan Sri Batu Putih alias Dalem Putih Jimbaran tersimpan di Pura Sarin Buwana, Jalan Karang Mas, Dusun Lalang Jajang, Bukit Jimbaran, Kuta Selatan.

No comments:


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.