411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Wednesday, September 14, 2016

MAKNA SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA




 
Jas Merah adalah ungkapan Bung Karno yang pasti tidak akan pernah lekang oleh waktu. Jangan sekali-sekali melupakan sejarah, Itulah kepanjangan ungkapan itu, yang sesungguhnya berdimensi amat luas bila dikaitkan dengan keberadaan kita sebagai makhluk sosial.
....
Sejarah tidak datang dengan sendirinya. Dia tidak jatuh dari langit untuk kemudian dibanggakan semata sebagai hak individu atau sekelompok tertentu saja. Sejarah adalah serangkaian upaya masa lalu, yang didalamnya ada situasi berkembang dinamis. Yang penuh kecemasan dan juga rasa bangga dari seluruh pelakunya. Sehingga dia menjadi patut sebagai sebuah ceritra yang menginspirasi siapapun pada era setelahnya. Sehingga dia dapat menjadi bagian yang menyatukan, bukan sebaliknya memporak porandakan.
 
Karenanya, menuliskan sejarah adalah mengguratkan kerendahan hati untuk ceritra yang harus dibagi. Tidak saja tentang keperkasaan dan kemenangan tetapi juga tentang kesetiaan dan kesetiakawanan. Begitupun dalam memperlakukan sejarah. Dia tidak dapat dimanipulasikan. Apalagi diceritrakan dengan niat busuk para pendusta. Karena sang waktu pada akhirnya akan membuka tabir tentang apa yang seharusnya dan sesungguhnya pernah terjadi.
....
Sejarah tentang Bali adalah sejarah yang tidak semata tentang penguasaan dan keangkuhan. Tetapi juga ceritra tentang sikap yang saling memahami. Yaitu sikap yang akhirnya dipilih bersama guna menjadi 'sedhulur' dengan saling membisiki makna Vasudevam Khutumbakam - Kita semua adalah bersaudara. Itupula sebabnya mengapa akhirnya akultrasi menjadi begitu cepat dan tanpa tedeng aling-aling.
...
Namun demikian waktu yang terus menggelinding, mengajak juga generasi untuk ikut berganti. Dan para pendustapun berkesempatan untuk menebar sihir kebohongan. Karena sejarah kemudian diplintir. Sikap sebagai sedhulurpun diabaikan. Mengingat yang ada kemudian adalah kalimat yang semarak dengan hujatan serta ungkapan memilukan para leluhur : "Kau bukan Aku ... Kita bukan Mereka dan seterusnya". Akhirnya yang kemudian tersisa adalah sejarah yang gamang. Yang tidak jelas keterkaitannya dengan kebanggaan apapun bilamana diruntut ke hulu sebagai ikhwal. Sejarah akhirnya tidak bermanfaat apapun bagi generasi berikutnya, karena sejarah tidak lagi menjadi ceritra tentang keperkasaan sekaligus kerendahan hati sebagaimana para pelakunya dulu. Sejarah kini diabaikan karena dianggap membebani gengsi. Sejarah seolah telah menjadi batu sandungan bagi karier dan relasi serta kemasan lainnya dalam rangka kekinian.
 
Masa kini seolah tidak butuh sejarah. Begitu juga sebaliknya dengan sejarah, yang juga tidak butuh masa kini. Karena masa kini dipenuhi dengan kepentingan untuk menguasai segalanya sebagai hak kelompok. Yang tentu bertolak belakang dengan tujuan para leluhur ketika mengguratkannya sebagai sesuluh, pelita, bagi sebuah relasi sosial.
....
Jaman kini adalah jaman dengan langkah besar menuju kemunduran cara menakar hubungan. Kasta dan Soroh menjadi begitu marak. Tidak saja menggelinding di pojok-pojok keremangan berpikir kaum marginal, tetapi juga di gemerlap intelektualitas para tokoh.
 
Lalu, siapa yang mau direndahkan ketika satu Kasta butuh meninggikan dirinya??
 
Siapa yang mau ditindas untuk mengejawantahkan keperkasaan terhadap yang lain??
 
Jaman kini, telah membuat sejarahnya yang tidak ada sesuatupun untuk menjadi pantas ditauladani oleh generasi berikutnya. Karena sejarah masa kini adalah sikap pragmatisme yang levelnya adalah sekedar untuk menguasai lahan parkir dan pungutan retribusi guna menopang hidup. Kalau sekedar itu; kebanggaan apa yang dapat diwariskan?
 
Tidak ada apapun!!!!
 
Bahkan satu kebanggaan yang sebelumnya begitu takzim ketika menyebutnyapun telah pula terjual. Yaitu ketika Geria yang seharusnya sebutan bagi tempat bersenayam para Sulinggih dan Puri yang seharusnya sebagai sebutan istana para Raja, kini telah menjadi sebutan bagi kompleks perumahan.
....
Jadi menjadi wajar dan tidak terlalu angkuh bila warga Pasek akhirnya ikutan menggali sejarahnya sendiri. Yang lama terserak dan tertahan di kerendahan hatinya. 
 
Penulis : Ketut Sumarya

No comments:


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.