411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Monday, July 09, 2007

Pura Sakenan

Pura Sakenan terletak di Pulau Serangan, Desa Serangan, Denpasar Selatan. Pura atau kahyangan ini dibangun oleh Mpu Kuturan atau Mpu Rajakretha bersamaan dengan pembangunan beberapa pura lainnya pada zaman pemerintahan raja suami-istri Sri Masula Masuli.

Dalam lontar Usana Bali antara lain disebutkan, Mpu Kuturan juga disebut Mpu Rajakretha. Ia membangun pura berdasar konsep yang dibawanya dari Majapahit (Jawa Timur), diterapkan di Bali seluruhnya. Mengenai bertahtanya Sri Masula Masuli di Bali dapat diketahui dari prasasti Desa Sading, Mengwi, Badung. Prasasti itu bertahun Icaka 1172 atau 1250 M. Di situ disebut, Raja Sri Masula Masuli menjadi raja di Bali sejak tahun Icaka 1100 (1178 M). Raja ini memerintah selama 77 tahun. Artinya, ia mengakhiri pemerintahannya sekitar tahun Icaka 1177 (1255 M).

Ketika Danghyang Nirartha mengadakan perjalanan keliling Bali mengunjungi tempat-tempat suci, ia sampai pula di Pulau Serangan. Lalu, di bagian barat pantai Pulau Serangan dibangunlah pura. Di situ, Danghyang Nirartha dapat menyatukan pikirannya secara langsung. Mengenai peristiwa ini, dalam Dwijendra Tattwa, antara lain diuraikan sbb.; "...sesudah Danghyang Nirartha mensucikan diri di Bukit Payung, lalu beliau meneruskan perjalanan dengan menyusur pantai laut yang sangat indah dan mempesonakan menuju arah utara. Pantai yang dilalui cukup permai dengan pasirnya yang memutih memberikan keindahan alam yang mempesonakan, ditambah lagi dengan herembusnya angin dan lautan yang dapat menyegarkan jasmani beliau."

Lalu disebutkan lagi, "Dalam perjalanannya ini kemudian beliau menjumpai dua buah pulau kecil yaitu Nusa Dwa. Di pulau ini Danghyang Nirartha lagi beristirahat untuk melepaskan lelah, dan di sinilah beliau menyusun sajak atau kakawin Anjangsana Nirartha. Setelah selesai mencatat dan menyusun segala sesuatu yang berkaitan dengan sajak ini, Danghyang Nirartha lagi melanjutkan perjalanan menuju arah utara."

Tak dikisahkan bagaimana halnya di dalam perjalanannya, sampailah Danghyang Nirartha di suatu pulau kecil yaitu Serangan. Pada pantai bagian barat Pulau Serangan, Danghyang Nirartha beristirahat sambil mengagumi keindahan alam sekitarnya. Di tempat itu ia merasakan dan menyaksikan perpaduan harmonis antara daratan pulau Serangan dengan laut yang mengelilinginya. Karenanya, Danghyang Nirartha berketetapan hati dan memutuskan untuk tinggal dan bermalam beberapa hari di sana.

Akhirnya, di situlah Danghyang Nirartha membangun palinggih (bangunan suci) di Pura atau Kahyangan Sakenan. Sakenan berasal dan kata cakya yang berarti dapat langsung menyatukan pikiran. Pujawali atau piodalan di Pura Sakenan jatuh pada setiap 210 hari, pada Sabtu Kliwon, wara Kuningan, bertepatan dengan hari raya Kuningan. Sedangkan keramaiannya diselenggarakan pada Minggu Umanis, wara Langkir.

Ada hal penting yang setidaknya harus diperhatikan oleh para umat atau pemedek yang hendak tangkil ngaturang bakti atau bersembayang ke Pura Sakenan. Konon, hal ini masih rancu terjadi. Yang sering terjadi, umat melakukan persembahyangan di Pura Dalem Sakenan (pura yang di pinggir paling barat) dan di Pura Susunan Agung (di sebelah timur Dalem Sakenan), setelah itu langsung pulang.

Dalam pasamuan atau rapat nyanggra piodalan di Pura Sakenan yang sudah digelar, dijelaskan bahwa persembahyangan itu merupakan satu paket. Artinya, pemedek harus bersembahyang (1) ke Pura Susunan Wadon -- sekitar 0,5 km ke timur Pura Sakenan), (2) ke Pura Susunan Agung, dan (3) ke Pura Dalem Sakenan -- pada pelingih paling barat di pinggir pantai yang berbentuk Padmasana.

Dalam kajian sastranya, rangkaian ini bisa di telusuri dari kata Pura Susunan Wadon, Susunan Agung, dan Pura Dalem Sakenan. Terdapat suatu pengertian Purusa, Pradhana dan Susunan Agung adalah Lingga, Yoni dan Susunan Agung adalah tempat penyatuan antara Purusa dan Pradana -- penyatuan sang diri dengan maharoh sebagai asal mula setiap mahluk hidup. Pemahaman inilah yang ditemukan Mpu Kuturan sehingga melahirkan Pura Sununan Lanang dan Susunan Wadon.

Pun dengan kehadiran Dang Hyang Nirartha, juga terjadi hal yang sama. Sehingga, sebagai penghormatan terhadap beliau, maka dibuatkanlah pelinggih Pura Dalem Sakenan yang merupakan penyatuan antara Siwa dan Budha.

No comments:


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.