411. “Dengan diamnya antah-karana lewat samãdhi[1], nikmatilah keagungan tanpa batas dari Sang Diri-jati. Dengan penuh semangat hancurkanlah belenggu bau harum-busuk dari kelahiran dan kematian; jadilah ia yang telah mencapai tujuan-akhir dari kelahiran berjasad manusia ini!

412. “Bebas dari semua identifikasi- diri keliru itu, sadarilah Diri-jati sebagai perwujudan dari Eksistensi Sejati – Kesadaran Murni – Kebahagiaan Abadi yang tiada tara, yang tak tunduk pada lingkaran-setan kelahiran dan kematian!”

Thursday, April 05, 2007

Wiku Praverdi

WIKU PRAVERDI :



Wiku = Pandito

Prawerja = Pengelana

Dikisahkan ada seorang Wiku, yang sudah menyelesaikan Kasewan ( Perguruannya ) dalam pendalaman Veda, diakhir dari masa pendidikannya ini maka beliau melakukanlah upakara Podgala ( Dwijati / wisuda ) sehingga sempurnalah julukan wiku dari beliau untuk menjadi seorang Wiku.

Kira kira demikianlah akan muncul image masyarakat terhadap Wiku, namun diluar itu mari kita ikuti ceritra dibawah ini.

Setelah sang wiku praverdi ini pamitan dari kasewan, kini tibalah saatnya sang wiku utuk menjalankan pengabdiannya dimasyarakat dalam hal implementasi Veda yang selama ini beliau tekuni di Kacewan (perguruan)

Dalam hayalannya sang Wiku prawerdi ini, sudah terbayanglah , bangaimana sambutan masyarakat didesa, diperkotaan akan menyambut kedatangan beliau dengan warm perform ( sambutan hangat ) dari masyarakat atas gelar Wiku yang didapatkannya di Kasewan, ….ho …ho....so pasti, welcome sang wiku, demikianlah yang ada dalam benaknya.

Sambil berjalan dalam terik matahari kemarau yang cukup menyengat, maka sang wikupun kelelahan sehingga memaksakan beliau untuk sejenak istirahat di sebuah pohon yang rindang, seperti kita ketahui pohon adalah habitat segala hewan termasuk burung-burungan yang bertengger diatasnya.

Ujian I.

Begitu sang wiku duduk manis, tiba tiba saja, creet sang burung yang ada diatasnya mengeluarkan kotoran tepat, mengenai lengan kanan sang wiku, sang wiku diuji kesabarannya, beliau mendongaklah keatas sambil berseloroh dalam hati, hei kau burung aku ini Wiku lho, sopanlah sedikit, kenapa kau begitu tega buang kotoran mengenai lengan ku…..?

Berikutnya creet,….creet lagi datang burung yang lain tepat mengenai usnisa ( gulungan rambut diatas kepala).

Serta merta sang wiku marahnya bukan main, sambil berteriak memarahi burung yang buang kotoran diatas, maka seketika itu pula api amarah sang wiku metu saking Ajna cakra, maka seketika itu gosong, terbakarlah burung yang barusan buang kotoran diatas dan bluuug jatuh kebawah persis didepan sang wiku.

Kemudian kesan apa yang ada dibenank sang Wiku…..? hanyalah kesan sebuah kebanggaan atas digjaya yang diperoleh selama ini, sedikitpun tidak ada rasa penyesalan apalagi kasih sayang.

Ujian Ke II

Gelisan satwe enggal, sang wiku meneruskan perjalannya akhirnya tibalah didepan rumah seorang penduduk, kembali dibenak sang wiku terbayang, akan segera dibukakan pintu, disambut serta disucikan/basuh kakinya oleh sang pemilik rumah, kemudian segera disuguhkan makanan enak, kemudian dilanjutkan dengan diskusi upanisad…..wah meriah…..?

Sementara didalam rumah ada sang ibu muda 30 tahun sedang berihktiar metepetin (memberi obat suaminya) karena sedang sakit demam yang cukup tinggi, sedangkan sang wiku tidak tau apa yang sedang beraa didalam rumah.

Serta merta sang wiku mengetuk pintu…..tok….tok… .tidak ada jawaban dari dalam rumah, ketokan berikutnya,…. .tidak ada respon, tok….tok…. beberapa kali juga tidak ada sambutan, akhirnya kemarahan sang wiku memuncak, sambil menumpat dalam benaknya,…. Apakah pemilik rumah ini nanti mau nasibnya sama sepertihalnya burung diatas pohon tadi………?

Tiba-tiba….Kruak pintu dibuka oleh ibu rumah dari dalam dengan perkataan menyelirih, sepertinya tidak ada perasaan berdosa sedikitpun sambil mengucapkan selamat datang sang wiku, mohon maaf kami sedang melayani suami kami yang sedang sakit, mohon jangan kami dijadikan seperti halnya burung diatas pohon tadi…..?

Maka sangat terperanjatlah sang wiku, kenapa seorang Ibu yang sedang nepetin suaminya sakit didalam rumah tau persis keadan diluar rumah….., dan bagaimana pula mereka bisa membaca pikiran yang sdang melintas dibenak sang wiku…..? padahal ibu ini tidak pernah menekuni Veda seperti halnya sang viku tekunin berpuluh puluh tahun…..?

Sang wiku di blenggu dengan segudang pertanyaan, munculah pikiran sang wiku semakin tidak percaya dengan ilmu yang beliau miliki.

Sambil berucap. Hai nisanak bagaimana nisanak mengetahui keadaan yang ada diluar rumah…..? sedangkan Nisanak berada didalam rumah…..dan bagaimana pula nisanak bisa membaca pikiran seorang wiku,….? Siapa gurumu…..?

Mohon maaf sang wiku, kami ini sangat lah jauh dari pengetahuan Veda, namun kami hanya yakin kami ini adalah seorang istri dari suami kami yang sedang sakit, kami hanya melakukan niskama karme, pelayanan kesetiaan yang tulus tanpa motif dari suami kami, karena kami percaya kesetiaan seorang istri thdp suami adalah yadnya yang tiada tandinganya.

Waahhh luar biasa, dari mana Nisanak berguru semacam itu…..?

Kami berguru dari seorang penjagal daging di pasar agung,……semakin terperanjatlah sang wiku, bagaimana seorang penjagal daging yang jabatan paling Nista bisa berucap dharma kepada perempuan ini…..?

Ujian ke III

Akhirnya sang wikupun pamitan untuk segera menemui sang jagal daging di Pasar.
Belum sempat sang wiku mencari cari sang penjual daging yang dimaksud oleh ibu tadi, sudah terdengar sambutan sang penjual daging “Rahajeng rawuh sang wiku”
Kenapa sang wiku sudi mendatangi kami dipasar kumuh seperti ini, dipasar adalah tempat maksiat, transaksi, bohong, penuh dengan gelimangan dosa, apakah sang wiku sudah mendapatkan referensi dari seorang ibu yang suaminya sedang sakit,…….?
kembali sang wiku terperanjat dibuatnya.
Akhirnya sang penjual daging ( Jagal ) membersihkan dirinya menyediakan diri untuk berdiskusi kepadang sang Wiku Praverja.

- Sarjana hendaknya jangan menjadikan kita tinggi hati, sempurna tau segalanya.
- Jabatan bukanlah menjadikan seseorang menjadi Nista, tergantung bagaimana mereka bisa melaksanakan Nisya karmanya ( ketulusan-hati dalam tugasnya )
- Podagala/wisuda bukan menjadikan seorang brahmana tulen, tetapi bagaimana implementasinya terhad bidang yang ditekuninya
- Kelahiran bukanlah menyebabkan orang menjadi mulya, tetapi akan tetap terkait dengan karmawasananya.

Semoga anda menjadi Wiku Prawerja / linuwih, Dewa wecana Dewa laksana, jangan sampai dewa wecana buta laksana.

Namaste.

No comments:


"Om Samaniwah akusih samaniwah dayaniwah, samanamas to va mano Jatihva susaha sati."

OM Hyang widhi, satukanlah kami dalam pemikiran, dalam pendapat, dalam
perkataan, serta pelaksanaan yang berdasarkan mufakat, seperti halnya para Deva
yang bersatu padu dalam membangun sorga kehidupan.